Tarif Trump Turun ke 19%, PHK Industri Padat Karya Diprediksi Mereda Akhir 2025
Asosiasi Pengusaha Indonesia atau Apindo menyatakan gelombang Pemutusan Hubungan kerja di industri padat karya diprediksi berhenti pada paruh kedua tahun ini. Sebab, negosiasi pemerintah terkait tarif impor dengan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald J. Trump telah memberikan kepastian pasar AS.
Ketua Bidang Perdagangan Apindo, Anne Patricia Susanto, mengatakan gelombang PHK dalam industri padat karya disebabkan oleh pelemahan permintaan ekspor. Penurunan tarif masuk ke Amerika Serikat dari 32% menjadi 19% telah membuat buyer global memastikan pesanannya ke pabrikan lokal.
"Dengan demikian, industri padat karya dapat mempertahankan kegiatan produksi pada paruh kedua tahun ini dan menghindari lanjutan gelombang PHK," kata Anne kepada Katadata.co.id, Jumat (25/7).
Kementerian Ketenagakerjaan mendata korban PHK naik 32,18% secara tahunan pada Januari-Juni 2025 menjadi 42.385 orang. Korban PHK terbanyak ada di sektor industri pengolahan atau lebih dari setengah korban PHK semester pertama tahun ini.
Anne menjelaskan gelombang PHK tersebut disebabkan oleh penundaan konfirmasi kontrak ekspor ke Amerika Serikat yang terhambat akibat peningkatan tarif Trump menjadi 32%. Kepastian tarif menjadi 19% membuat buyer asal Negeri Paman Sam telah mengonfirmasi pesanan tersebut untuk dikirimkan pada paruh kedua tahun ini.
"Ini jadi sinyal kuat bahwa industri padat karya memiliki potensi ekspansi terbatas atau setidaknya meningkatkan kapasitas produksi, khususnya dalam memenuhi lonjakan permintaan dari pasar Amerika Serikat," katanya.
Anne mendata ketergantungan industri padat karya pada pasar Amerika Serikat cukup besar. Contohnya, 61% volume ekspor pakaian rajutan dikirim ke AS, sedangkan pakaian bukan rajutan mencapai 49% dan alas kaki sebesar 33%.
Karena itu, Anne menyampaikan pelaku industri padat karya mulai melakukan diversifikasi pasar ekspor. Salah satu pasar yang diincar industriwan adalah negara-negara di Eropa seiring rampungnya negosiasi perjanjian kemitraan perekonomian komprehensi antara Indonesia dan Uni Eropa atau IEU-CEPA.
Anne menilai IEU-CEPA dapat memberikan tarif rendah bagi produk-produk industri padat karya, seperti garmen, alas kaki, furnitur, dan makanan olahan. Dengan demikian, produk lokal dapat bersaing dengan barang dari negara pesaing, seperti Vietnam, Bangladesh, dan Kamboja.
"IEU-CEPA tidak hanya memberikan peluang ekspor baru, tetapi juga mendorong peningkatan standar produksi nasional," katanya.
Sebelumnya, Kepala Badan Perencanaan dan Pengembangan Ketenagakerjaan Kemenaker, Anwar Sanusi mengatakan tingginya angka PHK pada paruh pertama tahun ini didorong oleh PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex.
Untuk diketahui, Sritex melakukan PHK pada 11.025 buruh pada akhir Februari 2025. Pada bulan yang sama, angka PHK nasional naik mendekati 90% secara bulanan menjadi 17.796 orang.
"Selisih angka PHK antara industri pertambangan dengan sektor lainnya sangat jauh. Data kami menunjukkan PHK di industri pengolahan mencapai 22.671 orang," kata Anwar.