Industri Ban Kembang Kempis: Ekspor Rontok, Dua Pabrik PHK Massal Pekerja

ANTARA FOTO/Aji Styawan
Ilustrasi.
Penulis: Andi M. Arief
Editor: Agustiyanti
4/11/2025, 19.54 WIB

Industri ban nasional tengah menghadapi tekanan berat akibat disrupsi pasar global dan kenaikan bea masuk di sejumlah negara tujuan ekspor. Kondisi ini menyebabkan penurunan produksi dan ekspor secara signifikan, serta mendorong beberapa pabrikan melakukan pengurangan tenaga kerja.

Ketua Umum APBI Azis Pane memproyeksi volume ban yang diekspor hingga akhir tahun hanya akan  mencapai 15 juta unit atau 30% dari target yang dipatok tahun ini. Ini karena mayoritas negara tujuan ekspor Indonesia, seperti Turki, Mesir, dan Amerika Serikat telah menaikkan tarif ekspor ban secara signifikan.

Azis menyampaikan, target volume ekspor ban tahun ini yang mencapai sekitar  50 juta unit ditetapkan saat bea masuk ke Amerika Serikat masih 0%. Adapun Presiden Amerika Serikat Donald J Trump telah mengubah kebijakan tersebut menjadi 21%.  

"Sementara margin industri ban itu rata-rata antara 5% sampai 7%, pabrik enggak mau bisnis dong. Kasih tahu pada pemerintah bahwa industri ban di dalam negeri sudah mau mati," kata Azis kepada Katadata.co.id, Selasa (4/11).

Saat ini, menurut Azis, sebagian pabrikan telah mengurangi jumlah tenaga kerjanya dengan skema Pemutusan Hubungan Kerja atau merumahkan tenaga kerjanya. Setidaknya ada dua pabrik yang melakukan langkah tersebut, yakni PT Multistrada Arah Sarana dan PT Banteng Pratama.

Menurut dia, Multistrada yang memproduksi ban mobil merek Michelin masih melakukan produksi, tetapi Banteng Pratama yang memproduksi ban sepeda motor merek Mizzle telah menghentikan produksinya secara total. Menurutnya, penghentian produksi oleh Banteng Pratama disebabkan oleh pergantian manajemen oleh pemegang saham asal Korea Selatan.

"Pabrik ban yang menghentikan operasi itu kecil volumenya, namanya PT Banteng Pratama. Tapi dia akan produksi lagi setelah ganti manajemen," katanya.

Dukungan Daya Saing

Berdasarkan data APBI, industri ban mobil di dalam negeri berorientasi ekspor. Sebab, 36,62 juta unit ban yang diekspor pada tahun lalu berkontribusi hingga 53,79% dari total produksi.

APBI menargetkan volume ekspor ban mobil tahun ini naik 36,36% menjadi 49,94 juta unit. Namun Azis menilai realisasi volume ekspor hanya akan mencapai sekitar 15 juta unit akibat disrupsi pasar ekspor dan rendahnya daya saing industri ban nasional.

Azis mengatakan minimnya daya saing tersebut disebabkan oleh tingginya harga gas yang dinikmati pabrikan ban, yakni sekitar US$ 16 per MMBTU. Sementara itu, harga gas yang dinikmati pabrikan ban di Vietnam dan Thailand hanya US$ 4 per MMBTU.

"Selain pasar ekspor, alasan pengurangan volume produksi pabrik ban tahun ini adalah tingginya harga bahan baku, khususnya gas industri," ujarnya.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

Reporter: Andi M. Arief