Moratorium Lahan Jawa Barat, Ancaman bagi Rumah Subsidi

ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/foc.
Foto udara pembongkaran lapak Pedagang Kaki Lima (PKL) di kawasan wisata Puncak, Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (26/8/2024).
Penulis: Andi M. Arief
Editor: Sorta Tobing
19/12/2025, 13.40 WIB

Keputusan pemerintah melakukan moratorium lahan di Jawa Barat berisiko menghambat pembangunan rumah yang selama ini menjadi pasar terbesar nasional. Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia memperingatkan kebijakan itu dapat membuat harga rumah subsidi kian sulit dijangkau masyarakat berpenghasilan rendah.

Wakil Ketua Umum Apersi M. Solikin mengatakan Jawa Barat memegang peran strategis dalam penyerapan rumah subsidi nasional. “Setiap kebijakan yang membatasi lahan di Jawa Barat akan langsung memukul pasokan rumah subsidi nasional,” kata Solikin kepada Katadata.co.id, Jumat (19/12).

Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat mendata penyaluran rumah bersubsidi mencapai 263.017 unit dari awal 2025 hingga hari ini, Jumat (19/12). Penyaluran rumah bersubsidi di provinsi itu mencapai 58.848 unit. 

Dengan kata lain, satu dari lima rumah bersubsidi yang disalurkan tahun ini berada di Jawa Barat. Sebanyak tiga dari lima kabupaten/kota dengan penyaluran rumah bersubsidi terbesar ada di provinsi tersebut, yakni Kabupaten Bekasi, Kabupaten Bogoran Kabupaten Karawang. 

Solikin mengatakan moratorium lahan tidak hanya menghambat proyek baru tapi juga dapat menghentikan proyek perumahan subsidi yang sudah berjalan. Hal ini terjadi ketika lokasi pengembangan yang sebelumnya berizin tiba-tiba ditetapkan sebagai kawasan lindung atau lahan pertanian pangan berkelanjutan.

Ia mencontohkan ada kasus proyek rumah subsidi yang sudah dibangun dan dihuni sejak 2016. Namun kemudian kawasan itu ditetapkan sebagai lahan lindung sehingga pengembang tidak lagi bisa melanjutkan produksi.

“Rumahnya sudah ada dan dihuni, lahannya bersertifikat, tapi izin persetujuan bangunan gedung tidak bisa terbit. Akibatnya, produksi berhenti dan investasi mandek,” ujarnya.

Selain itu, moratorium lahan di Jawa Barat berpotensi mendorong kenaikan biaya konstruksi rumah subsidi. Keterbatasan lahan memaksa pengembang mencari lokasi baru yang lebih mahal atau membutuhkan biaya infrastruktur tambahan. 

Dalam jangka panjang, hal ini dapat mendorong kenaikan harga rumah subsidi dan menekan daya beli masyarakat. Alhasil, Solikin berpendapat moratorium tersebut akan merugikan masyarakat berpenghasilan rendah yang ingin punya rumah. 

Karena itu, ia mendorong pemerintah melakukan evaluasi kebijakan secara menyeluruh dan berbasis data. Moratorium lahan tidak seharusnya dilakukan secara reaktif, apalagi jika berdampak pada program perumahan rakyat.

"Kalau hanya latah karena banjir di daerah lain, benahi dahulu kawasan Puncak Cianjur yang dipenuhi ribuan bangunan tanpa izin. Sedangkan kami ketika berinvestasi dan membangun sudah semaksimal mungkin mengikuti regulasi yang ada," katanya

Ia juga mengingatkan penataan lingkungan seharusnya menyasar kawasan dengan pelanggaran tata ruang yang masif, bukan proyek perumahan yang sejak awal telah mengikuti regulasi. “Jangan sampai kebijakan ini justru membuat masyarakat cemas dan menghambat program rumah subsidi. Pengembang sudah berinvestasi dan patuh aturan, tapi tiba-tiba tidak bisa produksi,” katanya.

Moratorium Penerbitan Izin Perumahan Diperluas

Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi memperluas kebijakan penghentian sementara penerbitan izin perumahan, dari yang sebelumnya berlaku di Bandung Raya, kini jadi berlaku untuk seluruh Jabar.

Langkah ini tertuang dalam Surat Edaran Gubernur Jabar Nomor 180/HUB.03.08.02/DISPERKIM tentang Penghentian Sementara Penerbitan Izin Perumahan di Wilayah Provinsi Jabar, yang ditandatangani Dedi per tanggal 13 Desember 2025.

Dalam surat edaran itu tertulis ancaman bencana hidrometeorologi, seperti banjir bandang dan tanah longsor tidak lagi bersifat lokal, tapi hampir seluruh Jabar berada dalam kondisi rawan, sehingga dibutuhkan langkah mitigasi yang lebih komprehensif dan terintegrasi.

"Potensi bencana alam hidrometeorologi berupa banjir bandang dan tanah longsor bukan hanya terjadi di wilayah Bandung Raya, tetapi juga di seluruh wilayah Jawa Barat," tulis Dedi dalam surat tersebut, dikutip dari Antara.

Melalui kebijakan ini, Pemprov Jabar menghentikan sementara seluruh penerbitan izin perumahan hingga masing-masing kabupaten dan kota memiliki hasil kajian risiko bencana serta melakukan penyesuaian Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

Pemerintah daerah seluruh Jabar juga diminta meninjau ulang lokasi-lokasi pembangunan yang terbukti berada di kawasan rawan bencana. Termasuk di dalamnya, daerah rawan longsor dan banjir, kawasan persawahan, perkebunan, hingga wilayah dengan fungsi ekologis penting, seperti daerah resapan air, kawasan konservasi, dan kawasan hutan.

Pengawasan terhadap pembangunan rumah, perumahan, dan bangunan gedung pun diperketat. Seluruh pembangunan wajib sesuai peruntukan lahan dan rencana tata ruang, tidak menurunkan daya dukung serta daya tampung lingkungan, serta memenuhi kaidah teknis konstruksi demi menjamin keandalan bangunan.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

Reporter: Andi M. Arief