Berdasarkan hasil survei opini publik Reuters yang terkini, mayoritas pendukung partai Demokrat menginginkan pemakzulan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Meskipun, langkah tersebut bisa melemahkan peluang partai tersebut dalam memenangkan Pemilu 2020.
Reuters melakukan wawancara secara online terhadap 1.118 sample yang merupakan orang dewasa berusia di atas 18 tahun yang berasal dari benua AS, alaska, dan Hawai. Responden ini terdiri dari 876 pemilih yang terdaftar, sedangkan jumlah pemilih demokrat sebanyak 454 orang, Republik 457 orang, dan independen 113 orang.
Komposisi sample sudah diuji untuk memastikan bahwa komposisi tersebut mencerminkan populasi.Adapun wawancara dilakukan pada 7-8 Oktober 2019. Interval kredibilitas survei ini yaitu sekitar 5,2% untuk pendukung Demokrat, 5,2% untuk pendukung Republik, dan 10,5% untuk pemilih independen.
Secara keseluruhan, survei tersebut menemukan bahwa dukungan untuk pemakzulan Trump mencapai 45%, tidak berubah sejak survei akhir pekan lalu. Tapi, jumlah yang menolak pemakzulan turun 2% dari pekan lalu menjadi 39%.
(Baca: Transkrip Pembicaraan Dirilis, Trump dan Presiden Ukraina Disorot)
Di antara mereka yang teridentifikasi sebagai pendukung Demokrat, 79% menyatakan Trump harus dimakzulkan, naik 5% dari hasil survei pada akhir September lalu. Di sisi lain, hanya 12% pendukung Republik mendukung pemakzulan, atau sekitar 1 dari 3 orang, tidak berubah dari survei pada pekan lalu.
Adapun 55% pendukung Demokrat menilai pemimpin partai mereka harus mendorong pemakzulan Trump meskipun prosesnya panjang dan mahal hingga bisa melemahkan peluang mereka untuk memenangkan kursi presiden di 2020.
Lebih jauh, 66% pendukung Demokrat setuju bahwa kongres harus mendorong pemakzulan Trump meskipun itu berarti mereka harus menunda upaya untuk meloloskan undang-undang yang bisa menguntungkannya.
Dukungan untuk pemakzulan Trump meningkat sejak akhir September 2019, setelah seorang pejabat intelijen yang dirahasiakan identitasnya mengadukan tindakan Presiden Donald Trump yang dianggap tidak pantas. Trump dituding menekan Presiden Ukraina untuk menjerat lawan politiknya mantan Wakil Presiden AS Joe Biden dalam investigasi korupsi.
Politisi senior Partai Demokrat sekaligus Juru Bicara parlemen AS yang mengumumkan dimulainya penyelidikan pemakzulan Trump mengatakan, Trump meminta bantuan dengan ancaman menahan dana bantuan militer untuk Ukraina.
(Baca: Upaya Pemakzulan Presiden Trump Dimulai, Parlemen AS Gelar Investigasi)
Adapun kuasa hukum pejabat intelijen tersebut menyatakan aduan kliennya telah didukung oleh pengadu lainnya yang lebih memiliki pengetahuan langsung mengenai hal itu.
Trump menyangkal tudingan tersebut hingga mengeluarkan transkrip percakapan telepon dengan Presiden Ukraina yang disebut sebagai asal mula tudingan. Dalam transkrip tersebut Trump memang menyampaikan permintaan agar Presiden Ukraina menelusuri kasus yang sudah dihentikan di negara tersebut, yang melibatkan putra Joe Biden, dan Joe Biden. Meskipun, dalam transkrip yang dipublikasikan, tidak ditemukan pernyataan ancaman.