Tiga Skenario Dunia Bebas dari Pandemi Corona, Paling Lambat 2023

ANTARA FOTO/REUTERS/Molly Darlington/hp/cf
Seorang perempuan berjalan melewati tanda pembatasan sosial untuk membatasi penyebaran penyakit virus korona (COVID-19) di Manchester, Britain, Selasa (4/8/2020).
Penulis: Yuliawati
22/9/2020, 18.36 WIB

Sejak ditemukan di daratan Tiongkok pada Desember 2019, virus corona menginfeksi 31,4 juta orang di seluruh dunia dan menyebabkan hampir 1 juta kematian per Selasa (22/9). Lembaga riset McKinsey dalam skenario terbaiknya memperkirakan akhir epidemiologis dari pandemi virus ini mulai kuartal kedua 2021 di Amerika Serikat.

McKinsey membuat tiga skenario dalam menentukan kapan pandemi Covid-19 berakhir di Amerika. Berakhirnya pandemi akan tergantung dari keandalan vaksin dan dampaknya terhadap pembentukan kekebalan di masyarakat atau herd immunity.

Skenario pertama, bila vaksin mulai disitribusikan pada kuartal pertama 2021 dan vaksin ini terbukti ampuh dan aman menangkal virus. Selain itu proses distribusi dan administrasi vaksin pun berjalan dengan cepat. Dengan perkiraan itu, maka pada kuartal kedua 2021 mulai terbentuk herd immunity dan kasus corona menjadi melandai dan terus mendekati angka nol pada 2023.

Skenario kedua, bila vaksin yang didistribusikan pada awal 2021 mengalami masalah distribusi dan adopsi yang lambat. Dengan asusmsi penyebaran vaksin membutuhkan waktu enam bulan, akhir epidemiologis dari pandemi mulai kuartal keempat 2021.  

Skenario terburuk, jika efektivitas vaksin yang rendah atau mengalami masalah kemanjuran dan keamanan serta  kekebalan alami yang terbentuk hanya dalam durasi yang singkat. Maka, herd community kemungkinan akan terbentuk setelah 2022 dan Amerika Serikat masih akan terus memerangi corona pada 2023.


McKinsey memperkirakan saat ini sekitar 90 juta hingga 300 juta orang di seluruh dunia telah memiliki kekebalan alami. Ini terbentuk dari potensi kekebalan silang dengan paparan virus corona lainnya dan kekebalan parsial dari imunisasi vaksin BCG untuk tuberculosis.

Pembentukan kekebalan di masyarakat ini merupakan kunci berakhirnya pandemi. Variabel pertama dan terpenting sebagai pertimbangan herd immunity adalah kesiapan vaksin.

Ketersediaan vaksin, efektifitasnya, dan pengaplikasian ke masyarakat menjadi bagian penting. Pendistribusian vaksin dengan porsi yang cukup untuk populasi mendorong tercapainya herd immunity dalam waktu enam bulan. Sehingga untuk membentuk herd immunity diperlukan ratusan juta dosis vaksin, rantai pasok yang baik, hingga kesediaan masyarakat untuk divaksinasi.

Bila nantinya beberapa negara telah mencapai herd immunity¸tetapi kantong endemik Covid-19 kemungkinan besar masih ada di seluruh dunia. Misalnya pada daerah yang terkena dampak perang atau komunitas dengan tingkat injeksi vaksin yang rendah.

Pada wilayah tersebut, Covid-19 akan dianalogikan sebagai penyakit campak, bukan ancaman sehari-hari tetapi selalu hadir risiko penyakit. Apabila vaksin tidak diinjeksi sepenuhnya, maka Covid-19 dapat menjadi endemik yang lebih luas.

Selain faktor ketersediaan vaksin untuk mencapai herd immunity, McKinsey menulis bahwa transisi kehidupan normal dapat dipertimbangkan. Syaratnya bila orang dapat melakukan aktivitas secara normal tanpa khawatir potensi membahayakan diri sendiri maupun orang lain. Transisi kehidupan normal diterapkan bila tingkat kematian tidak lagi lebih tinggi dari rata-rata historis suatu negara.

Maka dari itu, McKinsey menyarankan langkah-langkah bagi negara untuk dapat segera melakukan transisi ke kehidupan normal. Antara lain, peningkatan testing dan tracing, patuh pada langkah kesehatan hingga mencapai herd immunity, testing yang cepat, akurat, dan dapat diakses secara luas. Selain itu, pemerintah perlu meningkatkan penanganan pasien lewat obat maupun terapi.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat ada 198 kandidat vaksin virus corona hingga Rabu (9/9). Jumlah tersebut meningkat dibandingkan awal bulan lalu yang sebanyak 188 kandidat.

Perinciannya, sebanyak 142 vaksin masih dalam tahap pra-klinis atau masih diuji coba ke hewan. Kemudian, ada 29 vaksin pada fase I, 18 vaksin pada fase II, dan sembilan vaksin pada fase III. Perbedaan pada fase I-III adalah jumlah orang yang diuji coba dengan vaksin tersebut. Berikut grafik Databoks:




WHO mengajak negara-negara kaya untuk mendukung penyebaran vaksin global sehingga dapat diakses oleh negara-negara yang miskin. WHO bersama aliansi vaksin global Gavi dan Koalisi untuk Inovasi Kesiapsiagaan Epidemi (CEPI) membuat mekanisme yang bertujuan untuk memastikan distribusi vaksin secara adil di masa depan.

Mekanisme yang dikenal dengan Covax, berupaya mengumpulkan dana untuk 92 negara miskin yang sebelumnya telah mendaftar. Lebih dari 60 negara kaya mendukung gerakan tersebut, namun tak ada Tiongkok dan Amerika Serikat.

Penyumbang bahan: Agatha Lintang