Perbaiki Ekonomi, Jepang akan Hapus Larangan Perjalanan ke 12 Negara

ANTARA FOTO/REUTERS/Issei Kato/AWW/dj
Seorang pria memakai masker pelindung saat menyeberangi jalan ditengah wabah virus corona (COVID-19) di Tokyo, Jepang, Kamis (30/7/2020).
Penulis: Yuliawati
8/10/2020, 17.45 WIB

Pemerintah Jepang akan menghapus larangan perjalanan ke luar negeri ke-12 negara pada bulan depan demi memperbaiki ekonomi yang terpukul selama pembatasan di masa pandemi corona. Duabelas negara tersebut di antaranya Tiongkok, Taiwan, Australia, Selandia Baru, Singapura, Korea Selatan, Vietnam dan Malaysia.

Surat kabar Yomiuri mengatakan, meski akan menghapus larangan kunjungan, pemerintah Jepang meminta  warganya menahan diri untuk tidak melakukan kunjungan yang tidak perlu dan tidak mendesak ke 12 negara tersebut. Pemerintah Jepang saat ini melarang perjalanan ke 159 negara dan wilayah, termasuk Indonesia.

Nikkei menyebutkan pelonggaran ini sebagai upaya merevitalisasi ekonomi yang terpukul akibat larangan perjalanan terkait pandemi Covid-19. Namun, pelonggaran hanya diberlakukan ke negara-negara yang kasus corona dalam jumlah aman.

Selain menghapus larangan bepergian, Jepang juga  akan melonggarkan aturan karantina mandiri dua pekan untuk sebagian pelaku bisnis yang berpergian ke luar negeri. Aturan itu akan berlaku bagi warga Jepang yang baru kembali dari luar negeri dan para pemegang visa jangka panjang -- sebagian orang yang dikecualikan dalam persyaratan karantina mandiri, tergantung pada kapasitas pengujian di bandara.

Itu berarti, akan ada jumlah tertentu yang dapat masuk dalam pengecualian, namun belum ada keterangan lebih lanjut mengenai kebijakan ini. Mereka yang bebas aturan karantina harus menyerahkan catatan perjalanan dan hasil tes PCR yang negatif dalam kedatangannya. Selain itu tidak akan diizinkan menggunakan transportasi umum setelah kepulangan mereka.

Sebelumnya, Jepang telah melonggarkan aturan larangan perjalanan dua arah dengan negara-negara tertentu, seperti Korea Selatan dan Vietnam. Mereka juga telah memberikan izin masuk untuk penduduk yang menetap jangka panjang dari semua negara mulai Oktober.

Hingga Kamis (8/10) jumlah kasus corona dunia sebanyak 36,43 juta dengan kematian yang mencapai 1,06 juta orang. Amerika, India dan Brazil merupakan tiga negara dengan kasus corona terbanyak masing-masing 7,7 juta; 6,8 juta dan 5 juta kasus.

Jepang berada di urutan ke-46 dengan jumlah kasus corona 86.543 kematian sebanyak 1.605. Efek penanganan pandemi membuat Jepang mengalami resesi ekonomi. Pada kuartal II 2020, ekonomi negara terbesar ketiga tersebut terkontraksi mencapai 28,1% dibandingkan periode yang sama tahun ini, lebih buruk dari data sebelumnya sebesar 27,8%.

Analis yang disurvei oleh Reuters pada bulan Agustus memperkirakan ekonomi Jepang akan menyusut 5,6% pada tahun fiskal saat ini hingga Maret mendatang dan tumbuh hanya 3,3% pada tahun berikutnya. Perkiraan ini lebih rendah dibandingkan dengan perkiraan BOJ yang dirilis pada bulan Juli untuk kontraksi 4,7% dan 3,3%. pertumbuhan dalam periode yang sama.

Bank sentral melonggarkan kebijakan moneter dua kali tahun ini termasuk dengan mendirikan fasilitas pinjaman untuk memompa uang ke perusahaan kecil yang kekurangan likuiditas.

Banyak analis memperkirakan BOJ menunda peningkatan stimulus untuk saat ini karena langkah-langkah untuk memacu permintaan dapat membuat orang bergerak lebih bebas ke toko-toko dan berisiko menyebarkan virus.

"Meskipun pembatasan kegiatan ekonomi telah dilonggarkan, beberapa dari mereka akan tetap berada di bawah gaya hidup baru yang dipaksakan oleh pandemi," kata Yoshiki Shinke, Kepala Ekonom di Dai-ichi Life Research Institute.

Dengan demikian, Jepang akan membutuhkan waktu lama untuk kembali normal ke level sebelum pandemi.

Reporter: Antara