Politisi Partai Demokrat Joe Biden akhirnya berhasil mengumpulkan suara elektoral terbanyak dalam pemilihan presiden (Pilpres) Amerika Serikat. Meski begitu, kandidat presiden lainnya, Donald Trump, tak menerima kekalahan.
Melalui akun Twitter, Trump justru mengklaim kemenangan dengan 71 juta suara yang sah. Dia juga menuding adanya kecurangan dalam Pilpres AS.
"Hal-hal buruk terjadi, saksi kami tidak diperbolehkan melihat perhitungan suara. Hal itu tidak pernah terjadi sebelumnya," ujar Trump dalam akun Twitter pada Minggu (8/1).
Trump pun berencana menempuh langkah hukum untuk membalikkan hasil perolehan suara. Salah satu upayanya dengan mengajukan pemungutan suara ulang.
"Ini masih jauh dari selesai. Joe Biden belum dinyatakan secara resmi memenangi negara bagian manapun," kata Trump dalam pernyataan tertulis dilansir dari Reuters pada Minggu (8/10).
Pembantu dan sekutu Trump di Partai Republik mendukung langkah tersebut. Meskipun, mereka menilai peluang untuk Trump memenangi Pilpres AS sangat kecil.
"Dia harus membiarkan perhitungan ulang dilanjutkan, dan mengklaim suara yang ada. Namun jika tidak ada perubahan, dia harus menyerah," kata salah satu penasihat Trump.
Trump dan Partai Republik telah mengajukan banyak tuntutan hukum atas penyimpangan yang terjadi selama pemilihan suara. Beberapa di antaranya terjadi di Georgia, Michigan, dan Nevada.
Khusus di Pennsylvania, hakim memihak Partai Republik dan memerintahkan beberapa surat suara disisihkan. Selain itu, hakim mengizinkan saksi dari partai tersebut menghitung perolehan suara.
Namun, Partai Republik tak berhenti sampai di situ. Partai tersebut berupaya mengumpulkan setidaknya US$ 60 juta atau sekitar Rp 853 miliar untuk melanjutkan strategi hukum. Padahal, para pakar menilai strategi itu tak akan berdampak banyak pada hasil Pilpres AS.
Cara Joe Biden Menangi Pelpres AS
Politisi Partai Demokrat Joe Biden akhirnya berhasil merebut kursi kepresiden AS pada Sabtu (10/8). Dia berhasil memenangi pertarungan melawan Trump dengan perolehan suara dari pemilih pinggiran kota, komunitas berpenghasilan menengah ke atas, dan lulusan perguruan tinggi.
Sedangkan Trump meraih suara dari komunitas berpenghasilan rendah, komunitas kulit pulit, dan warga AS yang tidak memiliki gelar sarjana. Biarpun dia juga memiliki pemilih dari kalangan kulit hitam dan latin serta negara bagian yang paling terdampak pandemi corona.
Namun, Pilpres AS kali ini ditentukan oleh pemilih pinggiran kota dan masyarakat kelas menengah ke atas dengan pendidikan tinggi. Hal itu menguntungkan bagi Partai Demokrat.
Perubahan tersebut berhasil membawa Biden meraih suara terbanyak di beberapa negara bagian yang menjadi medan pertempuan, seperti Pennsylvania, Michigan, dan Wisconsin. Ketiga wilayah tersebut merupakan basis pendukung Trump pada Pilpres 2016.
Biden pun memperoleh 290 suara elektoral, lebih tinggi dari 270 suara yang merupakan ambang batas untuk memenangi Pilpres AS.
Sedangkan Trump hanya mengumpulkan 214 suara elektoral. Meski begitu, hasil Pilpres belum diumumkan secara resmi.
Pasalnya, proses pemungutan suara masih berlangsung hingga akhir Desember 2020. Setelah itu, Kongres AS akan secara resmi menghitung suara elektoral pada 6 Januari 2020.
Wakil Presiden AS bakal didapuk sebagai pemimpin dalam perhitungan suara tersebut dan mengumumkan pemenangnya. Kandidat yang memenangi Pilpres AS akan diambil sumpah pada 20 Januari 2021. Hal itu sekaligus menyelesaikan seluruh proses Pilpres AS 2020.