Peretas Curi Data Vaksin Covid-19 Pfizer dan BioNTech di Eropa

AstraZeneca
Ilustrasi, peneliti memeriksa vaksin. Peretas mengambil data vaksin virus corona milik Pfizer dan BioNTech yang disimpan di European Medicines Agency (MEA).
10/12/2020, 15.06 WIB

European Medicines Agency atau EMA baru saja mendapatkan serangan siber. Peretas secara khusus melihat data terkait vaksin virus corona buatan Pfizer dan BioNTech.

Dokumen tersebut sangat berharga bagi negara dan perusahaan lain yang terburu-buru mengembangkan vaksin. Pasalnya, data tersebut berisi informasi rahasia tentang vaksin dan mekanisme kerjanya, efisiensi, risiko, kemungkinan efek samping yang diketahui, serta aspek unik seperti pedoman penanganan vaksin.

“Data itu juga memberikan informasi rinci tentang pihak lain yang terlibat dalam pasokan dan distribusi vaksin,” kata Marc Rogers, pendiri grup relawan yang memerangi pelanggaran terkait Covid, CTI-League seperti dilansir dari Reuters pada Kamis (10/12).

Meski begitu, Pfizer dan BioNTech tidak yakin data pribadi peserta uji coba telah diretas. Meski begitu, kedua perusahaan masih enggan berkomentar terkait hal tersebut.

Di sisi lain, EMA menyatakan serangan tersebut tak akan berdampak pada peninjauan uji coba vaksin. EMA menargetkan kajiannya terhadap vaksinn Pfixer bisa selesai pada 29 Desember 2020.

Upaya peretasan terhadap layanan kesehatan dan organisasi medis telah meningkat selama pandemi Covid-19. Upaya penyerangan dilakukan oleh mata-mata yang didukung negara hingga penjahat dunia maya yang memburu informasi.

Reuters sebelumnya melaporkan bahwa peretas yang terkait dengan Korea Utara, Korea Selatan, Iran, Vietnam, Tiongkok, dan Rusia pada kesempatan terpisah mencoba mencuri informasi tentang virus dan kemungkinan perawatannya. Reuters bahkan telah mendokumentasikan kampanye spionase yang menargetkan banyak perusahaan pengembangan farmasi dan vaksin termasuk Gilead, Johnson & Johnson, Novavax, dan Moderna.

Regulator dan organisasi internasional seperti Organisasi Kesehatan Dunia juga berulang kali diserang. “Kandidat vaksin mewakili emas cair bagi banyak pihak, baik dalam hal peluang maupun nilai pasar murni. Informasi tentang vaksin dan akses ke tautan apapun dalam distribusi rantai telah meningkatkan nilai secara signifikan," kata Rogers, yang juga wakil presiden di perusahaan keamanan Okta Inc.

Vaksin dianggap sebagai alat untuk mengakhiri pandemi. Oleh karena itu, sejumlah negara terus berlomba-lomba mendapatkan vaksin.

“Sejak Mei 2020, Tiongkok sudah mulai menyiapkan vaksin, WHO juga memulai langkah yang sama pada Juni. Sedangkan Amerika dan Eropa emulai persiapan kandidat vaksin pada Juni-Juli tahun ini," ujar Anggota Komite Penasehat Ahli Imunisasi Nasional dari Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) Prof. Soedjatmiko dilansir dari covid-19.go.id pada Rabu (2/12).

Menurut dia, vaksinasi merupakan langkah yang aman dan umum dilakukan di dunia, termasuk di Indonesia. Indonesia telah melakukan vaksinasi kepada jutaan jiwa sejak 1974 dan terbukti aman. “Tujuannya untuk untuk menurunkan kematian dan kesakitan masyarakat. Tetapi harus diawasi oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)," ujar dia.

Meski begitu, keberadaan vaksin harus dibarengi dengan protokol kesehatan hingga pandemi berakhir. Protokol kesehatan itu mencakup 3M, yaitu menggunakan masker, mencuci tangan dengan sabun, dan menjaga jarak. Dengan begitu masyarakat bisa mendapatkan perlindungan ganda dari penularan virus corona.

Masyarakat dapat mencegah penyebaran virus corona dengan menerapkan 3M, yaitu: memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak sekaligus menjauhi kerumunan. Klik di sini untuk info selengkapnya.
#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #cucitangan