Mengubah Konstitusi Demi Jabatan 3 Periode, Presiden Guinea Dikudeta

ANTARA FOTO/REUTERS/Michele Tantussi/WSJ/cfo
Presiden African Development Bank, M. Akinwumi Adesina, Presiden Bank Dunia David Malpas, Direktur IMF Kristalina Georgieva, Kanselir Jerman Angela Merkel, Presiden Dewan Eropa Charles Michel, Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa, Presiden Ghana Nana Akufo-Addo, Presiden Senegal Macky Sall, Presiden Guinea Alpha Conde, Presiden Rwanda Paul Kagame, Presiden Republik Demokratik Kongo Felix Tshisekedi, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen, Ketua Komisi Uni Afrika Moussa Faki berpose untuk foto saat pe
Penulis: Maesaroh
6/9/2021, 14.33 WIB

Pasukan elit militer Guinea melakukan kudeta dan menangkap Presiden Alpha Conde, pada Minggu (5/9). Kudeta ini adalah buntut ketidakpercayaan militer setelah Conde mendorong dilakukannya amandemen konstitusi  pada Maret 2020. Amandemen itu memuluskan langkahnya  menjabat presiden selama tiga kali periode.

Kudeta diawali dengan baku tembak selama berjam-jam di kawasan Kaloum, Conakry di mana terdapat istana kepresidenan. Baku tembak yang terjadi pada Minggu pagi waktu setempat sempat menimbulkan pertanyaan dan kebingungan rakyat.

Rekaman video yang beredar memperlihatkan adanya kendaraan militer dan tentara yang berada di kawasan Conakry. Namun, pemerintah melalui media setempat melaporkan kondisi sebaliknya, bahwa negara tersebut dalam keadaan aman.

Kebingungan rakyat berakhir saat pemimpin kudeta Kolonel Angkatan Darat Mamadi Doumbouya tampil di televisi dan mengumumkan kalau pihaknya telah sukses menggulingkan Presiden Conde.

"Tugas tentara adalah menyelamatkan negara. Kami telah memutuskan untuk menangkap presiden dan membubarkan konstitusi. Kita tidak lagi mempercayai politik yang dikendalikan satu orang, kita akan mengembalikan politik kepada rakyat," tutur Doumbouya yang melakukan konferensi pers dari markasnya dengan mengenakan bendera negara tersebut, seperti dilansir AFP.

Doumbouya juga telah menutup perbatasan negara tersebut. Conde saat ini dikabarkan disembunyikan militer di sebuah lokasi yang dirahasiakan. Video yang beredar memperlihatkan Conde dalam keadaan kusut dan tengah berada di sebuah kamp militer.

Menyusul pengumuman militer terkait kudeta, rakyat turun ke jalan untuk merayakan digulingkannya Conde. Suara klakson menyertai iring-iringan truk dan pick up militer yang lalu lalang di jalanan. 
"Guinea, akhirnya bebas!," ujar salah seorang warga dari balkon rumahnya menyambut kudeta militer. 

Presiden Conde telah berkuasa sejak 21 Desember 2010. Popularitas politikus berusia 83 tahun tersebut menurun drastis setelah pada Maret tahun lalu mendorong dilakukannya refrendum untuk mengamandemen konstitusi negara berpenduduk 13 juta jiwa itu. Amandemen itu memungkinkan dirinya menjabat selama tiga periode. Padahal, konstitusi negara Afrika Barat tersebut menyebutkan jabatan presiden hanya disandang selama dua kali periode.

Conde kemudian memenangkan pemilu pada Oktober 2020 yang diwarnai kecurangan dan tindak kekerasan. Puluhan orang tewas dalam demonstrasi melawan kemenangan Conde.  Pemerintah juga menangkap ratusan demonstran.

Conde tetap dilantik pada November tahun lalu meskipun pihak oposisi dan penantangnya mengatakan pemilu tersebut sebagai tindakan memalukan.  Pemerintah kemudian melakukan penangkapan terhadap tokoh-tokoh oposisi yang menentang kemenangan pemilu.

Conde sendiri merupakan mantan pemimpin oposisi dan penah dipenjara dengan hukuman seumur hidup pada 1999. Namun, dia kemudian bebas pada tahun 2001 setelah mendapat ampunan.

Conde pernah beberapa kali mengikuti pemilihan presiden pada tahun 1993 dan 1998 tapi dikalahkan lawannya. Dia akhirnya memenangi pemilu pertamanya pada 2010 dan terpilih lagi pada 2015.

Namun, dia melakukan langkah kontroversial dengan mendorong amandemen konstitusi negara tersebut. Selain memungkinkan jabatan presiden dijabat tiga kali, amandemen juga memperpanjang masa jabatan dari lima tahun  menjadi enam tahun.