Alami Hiperinflasi, Venezuela Hapus 6 Digit Nol pada Mata Uangnya

ANTARA FOTO/REUTERS/Leonardo Fernandez Viloria/hp/cf
Leonardo Fernandez Viloria . S Seorang pria berjalan melewati grafiti dua orang yang berciuman sambil memakai masker pelindung dan tulisan "Berhadapan dengan virus baru, masker pelindung penting dipakai" di Caracas, Venezuela, Selasa (6/4/2021).
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Lavinda
4/10/2021, 11.33 WIB

Otoritas moneter Venezuela memutuskan untuk kembali melakukan redenominasi alias pemangkasan nilai mata uangnya sebanyak enam digit. Hal itu dilakukan untuk menyederhanakan akuntansi bisnis dan perbankan.

Negara di Selatan Amerika ini diketahui menghadapi krisis ekonomi yang menyebabkan hiperinflasi.

Pada Senin (4/10) nilai tukar 1 US$ setara dengan lebih dari 428 miliar bolivar Venezuela. Jumlah digit dalam uang yang sangat banyak membuat sistem bisnis dan perbankan tidak lagi mampu menangani angka yang terlalu besar.

"Ketidakseimbangan ekonomi di negara ini sangat akut dan angka nol yang dihilangkan hari ini akan segera kembali. Rekonversi tidak akan berdampak dalam hal ekonomi makro." kata ekonom Jose Manuel Puente seperti dikutip dari Reuters, Jumat (1/10).

Venezuela telah menghadapi krisis ekonomi berat yang berkepanjangan. Pemerintah melaporkan inflasi pada Agustus 2021 mencapai 10,6% secara bulanan. Inflasi tahunan sebesar 1.743% dan secara tahun kalender harga-harga telah naik 470,3%.

Gaji upah minimum dilaporkan sebesar US$ 2,5 per bulan, jauh di bawah harga kebutuhan pokok yang bisa mencapai US$ 305.

Pada Juli 2019, Venezuela sempat melakukan aksi mengurangi jumlah nol dalam mata uang Bolivar. Saat itu, redenominasi dengan mengurangi lima digit angka nol yang juga dilakukan untuk mengimbangi inflasi yang meroket hingga 46.000%.

Kendati sudah melakukan pemangkasan nominal mata uang, nilai tukarnya terus melemah dan jumlah digit nolnya kembali bertambah hanya dalam kurun waktu tiga tahun.

Nilai tukar bolivar Venezuela yang semakin tidak berharga mendorong adopsi dolar AS meluas untuk transaksi komersial di negara tersebut, mulai dari pembelian di supermarket, apotek hingga toko ritel perlengkapan sekolah.

Bolivar tunai di Venezuela jarang digunakan untuk pembelian rutin. Meski sudah diredenominasi untuk kedua kalinya sejak kepresidenan Maduro, skema baru ini mungkin tidak akan banyak menolong ekonomi.

Meski demikian, pemerintah pada Jumat (1/10) juga melaporkan sistem bank berfungsi normal setelah pemadaman yang direncanakan selama berjam-jam pada Jumat pagi saat mereka beralih ke skema mata uang baru.

Pada 2018, selain melakukan redenominasi pertamanya, Maduro juga meluncurkan mata uang kripto bernama Petro. Namun, pemerintah baru menggunakannya pada 2019 untuk melakukan pembayaran kecil kepada pensiunan.

Selain itu, mata uang kripto ini sering dipakai sebagai satuan nilai untuk menentukan harga layanan atau denda yang pada akhirnya dibayarkan dalam bolivar.

Seiring pemakaian mata uang bolivar yang minim, implementasi mata uang kripto jadi opsi lain transaksi. Mengutip laporan Chainalysis Global Crypto Adoption Index edisi tahun 2021, Venezuela menjadi salah satu dari 10 negara dengan indeks adopsi kripto paling tinggi yakni 0,25.

Negara produsen minyak utama dunia yang dulu makmur itu menderita krisis ekonomi selama bertahun-tahun dan telah menyebabkan jutaan orang Venezuela beremigrasi.

Pemerintah sosialis Maduro menyalahkan sanksi AS atas kesengsaraan negara itu, sementara para kritikus menyebut intervensi kebijakan makro yang salah merupakan biang dari krisis di negara tersebut.

Pada 2019, AS memberlakukan sanksi luas kepada Venezuela yang menghalangi warga AS untuk berurusan dengan pemerintah Maduro. Sementara bank masih dapat menangani bisnis swasta atau individu, kendati demikian tidak sedikit yang memilih menghindarinya karena risiko regulasi yang tidak akan menguntungkan perbankan.

Reporter: Abdul Azis Said