Malaysia Terpilih Sebagai Anggota Majelis HAM PBB

ANTARA FOTO/ Rafiuddin Abdul Rahman/foc.
Ilustrasi. Malaysia terpilih menjadi anggota Majelis HAM PBB.
Penulis: Antara
Editor: Sorta Tobing
16/10/2021, 10.11 WIB

Malaysia terpilih menjadi anggota Majelis Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) periode 2022 sampai 2024. Pemilihannya berlangsung pada sesi ke-76 Sidang Umum PBB di New York, Kamis (14/10).

Dalam pernyataannya, Kementerian Luar Negeri Malaysia menyebut negaranya berhasil meraih 183 suara. Hal ini menjadi bukti pengakuan dan keyakinan masyarakat internasional terhadap peran Negeri Jiran dalam meyumbang kemajuan HAM internasional.

Sebagai anggota, Malaysia akan memperjuangan hak golongan rentan, termasuk anak, wanita, penduduk asli, dan usia lanjut. “Kami berupaya memberdayakan golongan muda, terutama dalam proses membuat keputusan di semua tingkatan,” tulisnya. 

Negara itu juga mengutamakan akses kepada lingkungan yang selamat, bersih, sehat, dan lestari. “Di tingkat internasional, kami akan terus membantah sekeras-kerasnya penindasan HAM, seperti terhadap rakyat Palestina dan Rohingya di Myanmar,” kata Kementerian Luar Negeri Malaysia.

Pada saat yang sama, Putrajaya juga akan bekerja sama dalam usaha pembangunan kembali Afghanistan. Sebagai informasi, Malaysia sebelumnya telah dua kali menjadi anggota Majelis HAM PBB, yaitu periode 2006 sampai 2009 dan 2010 hingga 2013.

Sikap Malaysia Terhadap Pemimpin Junta Myanmar

Malaysia mendorong Myanmar untuk menjalankan komitmennya dalam rencana perdamaian di negara tersebut. Tanpa itu, Negeri Jiran menolak kehadiran pemimpin junta Myanmar Min Aung Hlaing dalam pertemuan puncak Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) pada 26 sampai 28 Oktober mendatang.

Menteri Luar Negeri Malaysia Saifuddin Abdullah mengatakan utusan khusus ASEAN Erywan Yusof akan mengunjungi Myanmar pekan depan. “Jika tidak ada kemajuan nyata maka Malaysia tidak ingin jenderal itu mengikuti KTT. Tidak ada kompromi untuk itu," kata Saifuddin, merujuk pada jabatan Min Aung Hlaing, kemarin. 

Militer Myanmar merebut kekuasaan dalam kudeta 1 Februari lalu yang dipimpin oleh Jenderal Senior Min Aung Hlaing. Kudeta itu mengakhiri satu dekade pemerintahan demokratis dan memicu serangan balasan yang telah menjerumuskan Myanmar ke dalam kekacauan.

Pengecualian Min Aung Hlaing akan menjadi langkah besar bagi ASEAN yang memiliki kebijakan tidak mencampuri urusan dalam negeri satu sama lain. Perhimpunan ini telah lama lebih mengedepankan dialog daripada tindakan hukuman.

Dalam pertemuan para pemimpin ASEAN yang diselenggarakan April lalu, Min Aung Hlaing ikut menyetujui implementasi Konsensus Lima Poin yang ditujukan untuk membantu Myanmar keluar dari kekacauan.

Komitmen tersebut mencakup di antaranya dialog dengan semua pihak, akses kemanusiaan, dan penghentian semua tindakan kekerasan. Beberapa anggota ASEAN telah menyatakan kekesalannya dengan kegagalan junta untuk mengikuti rencana tersebut. 

Malaysia, Indonesia, dan Singapura memberikan tanda-tanda untuk mengecualikan pemimpin junta dalam KTT ASEAN. Thailand menyuarakan sikap yang lebih bernada damai dengan menyatakan negaranya memandang Myanmar sebagai anggota keluarga ASEAN.

Kementerian Luar Negeri Thailand juga menyebut bahwa kunjungan Erywan adalah "langkah pertama yang penting dalam proses membangun kepercayaan dengan tujuan mendorong dialog”.