Kisah Fred DeLuca yang Memulai Bisnis Sandwich Subway di Usia 17 Tahun

Instagram/@subway.indonesia
Ilustrasi Subway Indonesia.
Penulis: Sorta Tobing
16/10/2021, 14.10 WIB

Restoran roti lapis atau sandwich asal Amerika Serikat, Subway, hadir kembali di Indonesia kemarin, Jumat (15/10). Antusiasme penggemar makanan siap saji ini begitu besar dan menciptakan antrian panjang di Mal Cilandak Town Square (Citos), Jakarta Selatan.

Satuan Polisi Pamong Praja atau Satpol PP telah memberikan teguran tertulisa kepada pengelola restoran. “Karena terjadi kerumunan pengunjung yang mengabaikan ketentuan jaga jarak aman," kata Satpol PP melalui akun Instagram @satpolpp.dki, semalam.

Subway sebelumnya hadir di Indonesia pada era 1990-an tapi memutuskan tutup sekitar 20 tahun lalu. Pengelolaannya kini dipegang oleh anak usaha MAP Boga Adiperkasa, yaitu Sari Sandwich indonesia.

Kemitraan ini akan menghadirkan sejumlah restoran tersebut hingga akhir tahun. “Permintaan kehadiran restoran Subway yang tinggi datang dari berbagai negara di dunia, termasuk di Indonesia,” kata Chief Executive Officer Subway John Chidsey pada Agustus lalu.

Indonesia secara global menjadi negara pertama yang menerapkan model waralaba negara (country franchise model) eksklusif Subway. Berdasarkan model ini, MAP Boga akan menjadi perusahaan tunggal bagi pengembangan Subway di Indonesia.

Subway (https://www.subway.com/en-US/)

Kisah Pendiri Subway, Fred DeLuca

Perjalanan bisnis Subway telah terentang lebih setengah abad. Salah satu pendirinya, Fred DeLuca, memulai bisnis ini di usia 17 tahun dengan modal US$ 1 ribu. 

Ketika itu ia memulai usaha makanan dengan harapan dapat membiayainya untuk kuliah di fakultas kedoktera. DeLuca lalu meminjam uang dari teman orang tuanya, Peter Buck, sebesar seribu dolar AS tersebut. 

Buck hingga kini masih menjadi salah satu pemegang saham Subway. DeLuca lalu membuka kedai sandwich pertamanya pada 1965 di Bridegeport Connecticut, AS. Nama restorannya semula adalah Pete’s Super Submarines.

Financial Times menuliskan, pada tahun pertama bisnis itu merugi. Alih-alih memutuskan menutupnya, kedua pendiri sepakat membuka gerai kedua. Di sinilah keberhasilan Subway meroket.

Perusahaan menerapkan konsep makanan yang segar dan sehat. Banyak konsumen menyukainya. “Jadi kami pikir, jika dua lebih baik dari satu, maka tiga harus lebih baik dari dua,” kata DeLuca kepada media asal Inggris itu pada 2008.

Subway ketika itu memicu ledakan restoran cepat saji. Jumlah gedainya pun terus meningkat hingga melampaui McDonald’s. Pada 1984, perusahaan membuka gerai pertamanya di luar AS. Perusahaan memilih Bahrain sebagai lokasi perdananya.

Tiga tahun kemudian, Subway berhasil membuka gerainya yang keseribu. Pada 1998, perusahaan telah memilih 10 ribu restoran. Masuk ke abad ke-21, posisinya semakin kuat sebagai pemilik gerai cepat saji terbanyak secara global, mengalahkan McDonald’s. 

DeLuca yang lahir di Brooklyn pada 3 Oktober 1947 pada akhirnya berhasil menjadi pengusaha sukses. Ia tak lagi bermimpi menjadi dokter. Pada saat kuliah di Universitas Bridgeport, bapak dua anak ini memilih bidang psikologi.

Dalam bukunya Start Small Finish Big, ia memberi saran kepada calon wirausaha untuk tetap optimis. “Berpikirlah seperti visioner. Selalu mencari gambaran besarnya. Jadilah positif,” tulisnya.

Tak hanya kesuksesan, kehidupan pribadinya sempat tersorot media karena kebiasaan DeLuca yang kerap berpesta dan mengejar istri pembeli waralabnya. Ia juga berpose setengah telanjang pada kalender perusahaan pada 2000.

DeLuca meninggal pada 2015 usai berjuang selama dua tahun mengalahkan kanker leukimia. Kejadian ini tak lama setelah juru bicara Subway, Jared Fogle, terseret kasus pornografi anak dan mencoreng nama baik perusahaan. 

Ketika itu, Subway tepat berdiri selama setengah abad. Forbes menempatkan DeLuca di posisi 737 dalam daftar Billionaires 2015. Kekayaannya diperkirakan mencapai US$ 2,5 miliar. 

Bisnis Subway kemudian diserahkan kepada saudara perempuannya, Suzanne Greco. Posisi ini kemudian digantikan oleh bekas chief executive officer (CEO) Burger King, John Chidsey, pada 2019.