BioNTech Mulai Kembangkan Vaksin untuk Lawan Varian Omicron

ANTARA FOTO/REUTERS/Dado Ruvic/Illustration/hp/cf
Dado Ruvic/Illustration Botol kecil dengan label vaksin penyakit virus korona (COVID-19) Pfizer-BioNTech, AstraZeneca, dan Moderna terlihat dalam foto ilustrasi yang diambil Jumat (19/3/2021).
30/11/2021, 12.11 WIB

BioNTech mengatakan akan mulai mengembangkan vaksin Covid-19 yang disesuaikan untuk melawan varian Omicron yang ditemukan di Afrika Selatan. Namun, masih belum diketahui apakah harus membuat ulang vaksin Covid-19 yang sudah ada.

Pengembangan vaksin khusus merupakan bagian dari prosedur standar perusahaan untuk varian-varian baru.

"Langkah awal pengembangan vaksin baru yang potensial, tumpang tindih dengan riset yang diperlukan untuk mengevaluasi apakah vaksin baru itu nantinya bakal dibutuhkan," tulis BioNTech, dikutip dari Reuters, Selasa (30/11).

Omicron menjadi kekhawatiran global karena bisa membawa risiko terjadinya lonjakan kasus yang sangat tinggi. Terlebih,  semakin banyak negara melaporkan temuan varian itu yang mendorong penutupan perbatasan.

 BioNTech pada Jumat (26/11) mengatakan, mereka mengharapkan dapat mengumpulkan lebih banyak data dari laboratorium dalam dua pekan ke depan, untuk membantu menentukan apakah perlu memproduksi vaksin khusus Omicron.

Sementara itu, pesaingnya, Moderna, mengatakan, sedang merancang ulang vaksin Covid-19 mereka untuk digunakan sebagai vaksin booster (penguat) masa depan.

Sebagaimana diketahui, varian Omicron pertama kali diidentifikasi di Afrika Selatan.

Pada Minggu (28/11), kasus baru ditemukan di Belanda, Denmark, dan Australia pada Minggu (28/11), bahkan ketika ketiga negara ini masih menerapkan pembatasan aktivitas warga di luar rumah.

 Sejumlah negara pun bergegas memberlakukan pembatasan perjalanan dan aktivitas masyarakat. 

Pasalnya, khawatir varian Omicron kebal terhadap vaksinasi dan dapat membuat ekonomi kembali terpuruk.

Negara-negara tersebut di antaranya, Filipina, Maroko, Inggris, Israel, dan Belanda, yang melarang perjalanan ke tujuh negara Afrika, yakni Afrika Selatan, Botswana, Namibia, Zimbabwe, Lesotho, Eswatini, dan Mozambik.

Sementara itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan bahwa varian virus corona Omicron dapat menimbulkan risiko tinggi lonjakan infeksi di seluruh dunia.

WHO mendesak tiap negara untuk mempercepat vaksinasi bagi kelompok prioritas risiko tinggi.

 Selain itu, mengimbau percepatan distribusi dosis vaksin ke negara-negara miskin untuk mencegah terjadinya lonjakan kasus.

Reuters melaporkan, belum ada kasus kematian terkait Omicron yang dilaporkan.

Meski demikian, WHO menyebutkan bahwa perlu penelitian lebih lanjut untuk menilai potensi varian ini dalam melawan vaksin dan kekebalan yang disebabkan oleh infeksi sebelumnya.

"Omicron memiliki jumlah mutasi lonjakan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Risiko global secara keseluruhan dinilai sangat tinggi," kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, dikutip dari BBC, Selasa (30/11).

 Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menegaskan, varian baru Covid-19 ini belum terindentifikasi masuk ke Indonesia.

Pemerintah pun telah menyiapkan sejumlah strategi untuk mencegah masuknya varian asal Afrika Selatan ini. 

"Hingga saat ini belum ada identifkasi varian omicron ini," ujar Budi dalam konferensi pers, Minggu (28/11). 

Budi menjelaskan, dunia dan Indonesia saat ini sudah jauh lebih cepat dan canggih dalam mengindentifikasi varian baru. Hal ini sangat penting dalam mengantisipasi penyebaran kasus.

Selama ini, munculnya varian baru selalu memicu lonjakan kasus.

"Saat ini Indonesia dan berbagai negara di dunia memiliki kapasitas lab yang baik sehngga dapat dengan cepat mengantisipasi varian baru," kata Budi. 

Reporter: Cahya Puteri Abdi Rabbi