Penemu AstraZeneca Peringatkan Pandemi Berikutnya Bisa Lebih Mematikan

ANTARA FOTO/REUTERS/Danish Siddiqui/File Photo/HP/dj
Sejumlah pria memakai baju pelindung berdiri di sebelah jasad kerabat mereka, yang meninggal dari komplikasi terkait infeksi virus corona (COVID-19), sebelum dikremasi di halaman krematorium di New Delhi, India, Jumat (4/6/2021).
Penulis: Rizky Alika
Editor: Maesaroh
7/12/2021, 12.27 WIB

Berbagai negara tengah mewaspadai penularan virus Covid-19 varian Omicron. Profesor Oxford yang juga menciptakan vaksin AstraZeneca Profesor Dame Sarah Gilbert pun memperingatkan pandemi masih jauh dari akhir.

Ia pun mengatakan pandemi berikutnya diperkirakan bisa lebih menular dan mematikan.

“Ini bukan menjadi yang terakhir kalinya sebuah virus mengancam hidup dan penghidupan kita," kata Gilbert seperti dikutip dari The Guardian, Selasa (7/12).

Peringatan tersebut dijelaskan saat varian baru menyebar dengan cepat di Inggris. Aturan perjalanan pun akan diperketat mulai Selasa (7/12) untuk mencegah potensi infeksi.

 Menteri Kesehatan Inggris Sajid Javid mengatakan, varian Omicron yang terkonfirmasi di Inggris berjumlah 336 kasus hingga Senin (6/12). Penularan pada tingkat komunitas terjadi di berbagai wilayah Inggris.

Pada saat yang sama, para aktivis telah memperingatkan kegagalan untuk memvaksinasi populasi dunia terhadap virus corona. Kegagalan tersebut telah berdampak pada kemunculan varian Omicron.

Data Worldometers menunjukkan, kasus Covid-19 di dunia telah mencapai 266,73 juta kasus hingga Selasa (7/12).

Dari jumlah itu, total kasus meninggal mencapai 5,27 juta kasus, sedangkan kasus sembuh mencapai 240,27 juta kasus.

Varian baru Omicron yang pertama kali teridentifikasi di Afrika Selatan kini menyebar di banyak negara, termasuk di Eropa yang tengah berjuang menghadpai gelombang baru Covid-19.

Varian Omicron juga  menyebar ke sejumlah negara tetangga, yakni Thailand, Singapura, dan Malaysia.

 Sebagian besar negara, termasuk Indonesia, sudah menutup pintu masuk untuk kedatangan dari negara-negara di selatan Afrika yang terdeteksi menjadi epsientrum Omicron.

Indikasi awal menunjukkan varian baru ini bisa menular lebih cepat dibandingkan varian lainnya, sehingga berpotensi memicu lonjakan kasus tinggi.

Kendati demikian, seorang dokter di Afsel yang merupakan salah satu dokter pertama yang mendeteksi varian ini mengungkap gejala dari Omicron cenderung ringan.

Beberapa pasiennya tidak menunjukkan kehilangan indra penciuman dan perasanya seperti kebanyak kasus positif Covid-19.

 Studi yang dilakukan Dewan Penelitian Medis Afrika Selatan di Pretoria, Gauteng pada 2 Desember lalu menunjukkan varian ini tak menyebabkan gejala keparahan pada pasien.

Provinsi Gauteng merupakan wilayah yang paling awal mendeteksi Omicron. Mereka melakukan analisis terhadap 42 pasien dari Rumah Sakit Distrik Tshwane.

Distrik ini merupakan salah satu wilayah yang disinyalir terkena gelombang Covid-19 varian Omicron. Bahkan sepanjang 29 November sampai 3 Desember, lonjakan kasus positif corona mencapai 10 ribu orang.

Dari analisis terhadap 42 pasien Covid-19 pada 2 Desember, rata-rata mereka dirawat selama 2,8 hari. Jauh lebih pendek dari angka rerata perawatan pasien Covid-19 selama 18 bulan terakhir yakni 8,5 hari.

Begitu pula rumah sakit lain di Gauteng seperti RS Helen Joseph yang melaporkan 83% dari 37 pasien tak memerlukan tambahan oksigen.

Adapun 65 dari 80 pasien di RS Akademik George Mukhari tak memerlukan terapi oksigen.

Reporter: Rizky Alika