Hadiri KTT G20, Uni Eropa Akan Tekan Rusia Hentikan Invasi ke Ukraina

ANTARA FOTO/Media Center G20 Indonesia/Akbar Nugroho Gumay/nym.
Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen tiba di lokasi KTT G20 di Nusa Dua, Bali, Selasa (15/11/2022).
Penulis: Andi M. Arief
15/11/2022, 10.28 WIB

Uni Eropa (UE) akan menekan Rusia secara diplomatis selama Konferensi Tingkat Tinggi atau KTT G20 pada 15-16 November 2022. Tekanan tersebut bertujuan untuk mengakhiri krisis pangan dan energi yang terjadi sepanjang tahun ini.

Presiden Dewan Eropa Charles Michel meminta pemerintah Rusia untuk mengakhiri perang yang dirinya nilai tidak masuk akal. Menurutnya, tekanan yang diberikan adalah agar pemerintah rusia menghargai Piagam PBB yang menjunjung perdamaian dunia.

"Kremlin telah memutuskan untuk mempersenjatai makanan yang mendorong kelaparan, kemiskinan, dan ketidakstabilan. Ini memiliki konsekuensi global yang dramatis pada pengembangan obat-obatan, termasuk di Asia," kata Michel di Bali International Convention Center atau BICC, Selasa (15/11).

Michel menyatakan, jumlah orang yang mengalami kelaparan parah dan kekurangan gizi saat ini terus meningkat. Pada saat yang sama, Rusia telah memberlakukan pembatasan ekspor pangan.

Menurutnya, Rusia telah melakukan pembatasan ekspor pupuk ke Uni Eropa bahkan sebelum invasi terjadi. Oleh karena itu, Michel menyatakan menantikan berlangsungnya pertemuan KTT G20 pada hari ini.

"Kami harus mendukung negara-negara untuk memproduksi pupuk berkelanjutan secara mandiri, seperti yang dilakukan saat memproduksi vaksin Covid-19," kata Michel.

Di samping itu, Michel mengatakan krisis energi di Benua Biru membuat biaya rumah tangga meningkat. Michel mengumumkan Uni Eropa memiliki strategi transisi energi berkelanjutan yang berbasis bahan bakar yang terjangkau.

Michel mencatat Uni Eropa kini menjalin kerja sama dengan Cina dalam menciptakan energi baru terbarukan atau EBT di Benua Biru. Namun demikian, Michel mengatakan kerja sama tersebut tidak akan eksesif.

Menurut dia, salah satu akar krisis energi yang terjadi di Eropa adalah tingginya ketergantungan gas alam dari Rusia untuk dijadikan energi. Untuk menghindari tersebut, Michel mengatakan tidak akan terlalu bergantung kepada Cina.

International Energy Agency atau IEA dalam laporan World Energy Outlook atau WEO 2022 menyebutkan invasi Rusia ke Ukraina telah memicu krisis energi global. Pada saat yang sama, hal tersebut berpotensi mempercepat transisi energi dunia dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan.

Pada skenario WEO berdasarkan kebijakan yang berlaku saat ini, yang disebut dengan Stated Policies Scenario, total permintaan bahan bakar fosil akan terus menurun mulai pertengahan 2020 hingga akhir 2050.

“Dengan kebijakan saat ini, dunia energi berubah secara dramatis. Respons pemerintah di seluruh dunia adalah berjanji untuk menjadikan krisis ini sebagai titik balik bersejarah menuju sistem energi yang lebih bersih, lebih terjangkau, dan lebih aman,” kata Fatih Birol, Direktur Eksekutif IEA, Jumat (28/10).

Dalam Stated Policies Scenario, porsi bahan bakar fosil pada bauran energi global turun dari sekitar 80% menjadi hanya 60% pada 2050. Emisi CO2 global juga turun perlahan dari titik tertinggi 37 miliar ton per tahun menjadi 32 miliar ton pada 2050. Penurunan juga akan terjadi dalam perdagangan batubara global. 

Reporter: Andi M. Arief