Roscoe Pound dikenal sebagai ahli hukum terkemuka aliran sociological jurisprudence dan pragmatic legal realism. Roscoe Pound memiliki keinginan untuk mengubah hukum dari tataran yang teoretis atau law in book menjadi hukum yang dalam kenyataan atau law in action.
Roscoe Pound lahir pada 27 Oktober 1870 di Nebraska, Amerika Serikat. Orang tuanya adalah Stephen Bosworth Pound dan Laura Pound. Ia merupakan lulusan universitas Nebraska kemudian melanjutkan sekolah hukum di Harvard Law School.
Berkaitan dengan hal itu, menarik membahas teori social engineering Roscoe Pound. Simak ulasan mengenai teori Roscoe Pound tersebut melansir dari Jurnal Ilmu Hukum Padjadjaran (2014) yang berjudul ‘Khazanah Roscoe Pound’ oleh Atip Latipulhayat.
Teori Social Engineering
Social Engineering oleh Roscoe Pound menggunakan dua kata. Pertama social yakni merujuk pada kelompok individu yang membentuk masyarakat. Kedua, Engineering yakni ilmu terapan yang digunakan insinyur untuk menghasilkan produk akhir yang dibutuhkan masyarakat.
Pemikiran ini lahir saat Amerika Serikat (AS) mengalami periode perubahan masyarakat yang signifikan. Namun pada saat yang sama, para ahli hukum justru berpikir secara statis dan menempatkan hukum sebagai sesuatu yang fixed. Roscoe Pound pun berpendapat bahwa hukum dapat digunakan sebagai sarana perubahan sosial sehingga ahli hukum dan hakim harus berhenti bersikap kaku dan rigid, melainkan beradaptasi dan mengakomodasi perubahan.
Social engineering atau dikenal sebagai rekayasa sosial adalah konsep sentral dan dominan dari keseluruhan pemikiran Roscoe Pound. Hal ini menjadi konsekuensi logis pemikiran Pound dengan basis sosiologi.
Roscoe Pound menjadikan sosiologi sebagai fondasi utama menciptakan teori hukumnya. Ide utama dalam teori hukumnya yakni mentransformasikan hukum dalam tataran teori menjadi hukum dalam tatanan realitas. Baginya, hukum tak boleh diisolasi dan terisolasi dari realitas sosial yang dinamis. Pemikiran ini digolongkan pada aliran sociological jurisprudence.
Pemikiran ini sebagai respon terhadap paham positivisme hukum dan metode common law yang dominan hingga akhir abad ke-20. Baginya, positivisme hukum tidak responsif terhadap perubahan sosial dan tak mampu mengakomodasi kebutuhan masyarakat.
Untuk memahami aliran sociological jurisprudence yakni dengan memahami tantangannya. Tantangan tersebut berupa kelakuan hukum dalam bingkai positivisme hukum. Bagi Roscoe Pound, positivisme hukum menjadikan hukum terisolasi dari realitas sosial.
Berdasarkan penjelasan di atas, aliran sociological jurisprudence akan dipahami sebagai upaya menjaga hukum agar tidak terjebak. Caranya yakni dengan pendekatan sehingga hukum relevan dengan kebutuhan masyarakat.
Kemudian, Roscoe Pound pun mengusulkan adanya kerjasama antara akademisi hukum, peradilan, dan profesi hukum untuk mencapai tujuan tersebut. Konsep inilah yang ia sebut sebagai social engineering.
Istilah social engineering diperkenalkan oleh Roscoe Pound saat menjelaskan tentang fungsi dan peran hukum serta ahli hukum. Bagi Roscoe Pound, ahli hukum harus seperti seorang insinyur (engineer) sama halnya ketika akan mendirikan sebuah bangunan, jembatan, dan lain-lain.
Dengan demikian, insinyur tersebut akan menyiapkan perencanaan yang kemudian diikuti dengan mengumpulkan materi yang diperlukan. Kemudian sang insinyur akan membuat penyesuaian antara materi yang terkumpul dengan perencanaannya agar sesuai kebutuhan.
Ia menganalogikan seorang ahli hukum dengan insinyur ketika sang ahli hukum akan membuat hukum. Ahli hukum harus memiliki perencanaan yang matang, mengetahui kebutuhan masyarakat, materi yang dibutuhkan, kemudian penyesuaian dan keseimbangan dari beragam kepentingan. Selanjutnya akan tercipta bangunan hukum yang kokoh dan sesuai fungsinya.
Konsep Social Engineering bagi Roscoe Pound didesain untuk menciptakan keseimbangan dari konflik kepentingan individu yang ada di masyarakat. Oleh sebab itu, Roscoe Pound juga menyampaikan konflik kepentingan merupakan objek utama dari operasi konsep Social Engineering-nya.
Konsep ini juga muncul atas dasar bahwa hukum adalah sarana yang mampu membentuk dan mengatur perilaku manusia. Roscoe Pound ingin menjadikan hukum sebagai medium yang dinamis dan memungkinkan aspirasi masyarakat.
Dalam hal ini, Roscoe Pound menerapkan pendekatan yang beraneka segi (multi-faceted) dan pendekatan bertingkat (multi-staged) yang ia sebut sebagai teori kepentingan (theory of interest) untuk mencapai tujuan konsep social engineering. Akhirnya, Roscoe Pound pun membuat beberapa pemetaan.
Pemetaan yang ia buat adalah menemukan dan menetapkan apa yang menjadi kepentingan masyarakat, menginventarisasi dan mengklasifikasikan kepentingan itu, kemudian lakukan harmoni dan penyeimbangan jika ada konflik kepentingan. Semuanya dilakukan dengan dan melalui hukum.
Kesimpulannya, menurut Roscoe Pound tugas seorang hakim, ahli hukum, dan legislator atau pembuat undang-undang adalah melakukan Social Engineering. Jika mampu melakukan identifikasi dan proteksi terhadap kepentingan masyarakat, maka hukum menjamin kohesi sosial. Ia menyatakan kepentingan itu harus dilindungi secara hukum dengan memberikannya status sebagai hak hukum.
Tujuan dari konsep social engineering adalah untuk membangun struktur masyarakat seefisien mungkin yang membutuhkan pemuasan keinginan dengan gesekan dan pemborosan sumber daya seminimal mungkin. Artinya, hukum harus bekerja untuk menyeimbangkan kepentingan bersaing dalam masyarakat untuk keuntungan sebesar-besarnya.