Hampir 20 Tahun Memimpin Turki, Erdogan Kembali Menang Pilpres

ANTARA FOTO/Media Center G20 Indonesia/Aditya Pradana Putra/nym.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyampaikan keterangan kepada wartawan dalam konferensi pers KTT G20 di Media Center, BICC, Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Rabu (16/11/2022).
Penulis: Desy Setyowati
29/5/2023, 07.20 WIB

Presiden Tayyip Erdogan memenangkan pemilihan presiden atau pilpres Turki yang berlangsung dua putaran. Ia memperpanjang dua dekade kekuasaannya.

Penantangnya yakni Kemal Kilicdaroglu, menyebut pilpres kali ini paling tidak adil dalam beberapa tahun. Meski begitu, ia tidak membantah hasilnya.

Hasil pemilu putaran kedua di Turki menunjukkan, Kilicdaroglu meraih 47,9% suara dan Erdogan 52,1%.

"Satu-satunya pemenang hari ini adalah Turki,” kata Erdogan dalam pidatonya dikutip dari Reuters, Senin (29/5). "Saya berterima kasih kepada setiap orang yang sekali lagi memberi kami tanggung jawab untuk memerintah negara lima tahun lagi.”

Erdogan memperpanjang masa jabatannya sebagai pemimpin terlama sejak Mustafa Kemal Ataturk mendirikan Turki modern dari reruntuhan Kekaisaran Ottoman seabad lalu.

Kemenangan itu memperkuat citra Erdogan yang tak terkalahkan, setelah mengubah kebijakan domestik, ekonomi, keamanan, dan luar negeri di Turki.

Dalam pidato kemenangan di Ankara, Erdogan berjanji meninggalkan semua perselisihan dan bersatu di belakang nilai-nilai dan impian nasional. Namun pada kesempatan itu, ia menuduh Kilicdaroglu berpihak pada teroris, tanpa memberikan bukti.

Erdogan mengatakan pembebasan mantan pemimpin partai pro-Kurdi Selahattin Demirtas, yang dia cap sebagai ‘teroris’,  tidak akan mungkin dilakukan di bawah pemerintahannya.

Ia juga berkomentar mengenai inflasi yang menjadi masalah paling mendesak di Turki.

Selain itu, dalam pidato kemenangannya, dia menyebut oposisi pro-LGBT. Sebelumnya Kilicdaroglu berjanji untuk mengatur negara di jalur yang lebih demokratis dan kolaboratif.

Presiden Amerika Serikat Joe Biden pun memberikan tanggapan atas kemenangan Erdogan. "Saya berharap dapat terus bekerja sama sebagai sekutu NATO dalam masalah bilateral dan berbagi tantangan global,” kata dia melalui Twitter.

Hubungan AS dengan Turki terhambat oleh keberatan Erdogan terhadap Swedia yang bergabung dengan NATO, hubungan dekat Ankara dengan Moskow, dan perbedaan mengenai Suriah.