Rusia Keluar dari Perjanjian Laut Hitam, Harga Pangan Asia Bisa Naik

ANTARA FOTOMaxim Shemetov/hp.
Presiden Rusia Vladimir Putin
Penulis: Desy Setyowati
22/7/2023, 14.05 WIB

Rusia keluar dari kesepakatan pangan Laut Hitam. Hal ini dinilai bisa berpengaruh ke harga pangan di Asia.

Di bawah kesepakatan Laut Hitam, Asia menerima 46% pengiriman biji-bijian dan bahan makanan lainnya. Sementara Eropa Barat menerima 40% dan Afrika 12%.

Berdasarkan data Perserikatan Bangsa-bangsa atau PBB, Cina mengambil 7,7 juta ton atau hampir seperempat dari total. Impor Tiongkok termasuk 5,6 juta ton jagung, 1,8 juta ton tepung biji bunga matahari, 370 ribu ton minyak bunga matahari, dan 340 ribu ton jelai.

“Sebanyak 30% impor jagung Cina berasal dari Ukraina. Ini digunakan untuk makanan, minyak goreng, dan pakan ternak,” kata Kepala Biro Asia-Pasifik di Pusat Strategi Studi Global XXI di Kyiv Oksana Lesniak dikutip dari Al Jazeera, Sabtu (22/7).

Hal senada disampaikan oleh peneliti di Pusat Penelitian Pangan dan Penggunaan Lahan di Sekolah Ekonomi Kyiv Pavlo Martyshev. “Berakhirnya kesepakatan biji-bijian akan berdampak pada ketahanan pangan di Asia karena kenaikan harga biji-bijian dan minyak sayur, serta minyak nabati. Ini bisa mendorong inflasi pangan di wilayah tersebut,” katanya.

“Namun, perlu dicatat bahwa tidak akan ada kekurangan produk pangan secara fisik. Negara-negara Asia mampu secara finansial (tidak seperti banyak negara Afrika), sehingga mereka akan memiliki persediaan makanan yang cukup,” Martyshev menambahkan.

Martyshev mengatakan kebijakan Cina untuk mendiversifikasi impor, termasuk perjanjian pada 2022 yang ditandatangani dengan Brasil untuk mengimpor jagung. Ini untuk memastikan ketahanan pangan, karena Brasil saat ini mengalami panen yang sangat tinggi.

Namun, Martyshev memperkirakan harga biji-bijian global akan naik dalam beberapa bulan mendatang karena runtuhnya kesepakatan dan faktor lain seperti cuaca yang luar biasa akibat perubahan iklim.

“Saat ini, dampaknya tidak terlihat karena negara-negara di belahan bumi utara yang sedang memanen tanaman, sehingga akan ada cukup biji-bijian untuk semua orang,” katanya.

“Selain itu, diharapkan ada rekor produksi biji-bijian di dunia pada 2023. Perlu dicatat bahwa panen besar saat ini adalah kebetulan, terutama karena kondisi cuaca yang relatif menguntungkan. Saat ini, panen besar menutupi masalah krisis pangan,” Martyshev menambahkan.

PBB mengingatkan bahwa langkah Rusia keluar dari kesepakatan pangan Laut Hitam dan memborbardir pelabuhan-pelabuhan penting di Ukraina, akan memperparah krisis.

"Kita kini menyaksikan ketahanan pangan kian terpukul hebat, ketika Rusia dalam empat hari berturut-turut menyerang pelabuhan Ukraina di Laut Hitam di Odesa, Chornomorsk dan Mykolaiv dengan rudal dan drone," kata Kepala Urusan Politik PBB Rosemary DiCarlo kepada Dewan Keamanan.

Kepala Bantuan PBB Martin Griffith menyebut langkah Rusia keluar dari kesepakatan pangan sangat mengecewakan.

"Bagi 362 juta manusia langkah itu bukan masalah kesedihan atau kekecewaan: Ini menyangkut hal yang mengancam masa depan mereka, anak-anak mereka dan keluarga mereka," kata Griffith.

"Mereka tidak sedih, tapi marah. Mereka khawatir, gelisah. Beberapa akan kelaparan, beberapa akan sangat kelaparan, mungkin banyak yang mati akibat keputusan Rusia ini," Griffith menambahkan.

Griffith memohon Dewan Keamanan melakukan segala upaya untuk memulihkan kesepakatan pangan Laut Hitam. Perjanjian ini ditandatangani di Istanbul pada Juli tahun lalu oleh Rusia, Ukraina, Turki dan PBB.

Perjanjian itu menciptakan koridor aman melewati Laut Hitam untuk ekspor dari tiga pelabuhan Ukraina yang sempat terhenti sejak perang pada Februari 2022.

Kesepakatan itu turut mengendalikan harga pangan yang melonjak dan meredakan krisis pangan global dengan memulihkan aliran gandum, minyak bunga matahari, pupuk, dan produk lainnya dari Ukraina yang merupakan salah satu eksportir produk pangan biji-bijian terbesar di dunia.

Pekan ini Moskow menolak memperpanjang perjanjian itu setelah 17 Juli dengan alasan, bagian yang berkaitan dengan permintaan Rusia belum direalisasikan.

Bagian yang diinginkan Rusia yakni penghapusan hambatan ekspor pupuk Rusia, termasuk memasukkan Bank Pertanian Rusia ke dalam sistem pembayaran internasional SWIFT.