Druze, Suku Arab yang Banyak Direkrut Menjadi Tentara Israel

ANTARA FOTO/REUTERS/Raneen Sawafta/hp/cf
Tentara Israel
Penulis: Safrezi Fitra
5/12/2023, 14.30 WIB

Israel disebut lebih banyak merekrut orang-orang Druze yang merupakan salah satu suku berbahasa Arab di wilayah tersebut, untuk dijadikan tentaranya. Hal ini membuka asumsi bahwa Israel sengaja melakukannya untuk memecah belah warga arab.

Anggota Parlemen Knesset Arab-Israel, Hanin Zoabie, mengatakan Israel berusaha mengincar orang-orang yang miskin dan tidak memiliki pekerjaan untuk menjadi tentara. Orang-orang Arab di wilayah pendudukan Israel diimingi-imingi kesejahteraan dan kehidupan yang layak dengan gaji tinggi jika bergabung dengan IDF.

Sekitar 83 persen anak muda Suku Druze diperkirakan mendaftarkan diri dalam Pasukan Pertahanan Israel (IDF). Suku Druze menempati pendaftar militer tertinggi di antara semua komunitas dan sektor masyarakat Israel, termasuk semua orang Yahudi.

Namun, faktanya, kata Zoabie, 90 persen orang Arab yang bertugas menjadi tentara IDF tidak memiliki kesetaraan dengan orang Israel. Kebanyakan dari mereka tetap hidup miskin dan termarjinalkan di wilayah pendudukan Israel.

"Israel tidak membutuhkan mereka untuk melindungi keamanannya, ini adalah masalah politik, yang pertama adalah perpecahan dan pemerintahan." ujarnya. Dia menilai langkah Israel merekrut orang-orang Arab termasuk Druze untuk memecah belah mereka.

Mengutip The Jerusalem Post (19/11), Menteri Luar Negeri Eli Cohen dan Ketua Koalisi Ofir Katz mengatakan akan mengajukan undang-undang dasar yang memperkuat kedudukan masyarakat Druze di Negara Israel. Pengumuman ini muncul dua minggu setelah pemimpin spiritual Druze Sheikh Muwafaq Tarif mendesak Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk mengubah Undang-Undang Negara-Bangsa untuk memastikan persamaan hak bagi minoritas Israel.

Sebagai informasi, IDF tak hanya diisi tentara yahudi. Saat ini, IDF mewakili semua negara: Yahudi, Druze, Muslim, Arab, Badui, Kristen. The Jerussalem Post, mengungkapkan hingga 2020, IDF mencatat ada 606 orang dari Arab-Muslim yang bergabung. Angka ini mengalami kenaikan dari tahun 2019 sebesar 489 orang dan tahun 2018 sejumlah 436 orang.

Mengenal Suku Druze

Druze merupakan komunitas Arab yang unik, karena kesetiaan mereka kepada Israel. Setelah kepemimpinan Sunni di Yerusalem mengancam pada tahun 1942 untuk mengambil alih makam Yitro (disebut Shuʿayb oleh Druze) di Tiberias , Druze memihak pasukan Yahudi dalam perang tahun 1948. Tentara Druze sejak itu berperang untuk Israel di setiap perang Arab-Israel .

Kelompok minoritas berbahasa Arab memiliki populasi sebesar 150.000 jiwa atau 2 persen dari total populasi Israel. Mereka menempati wilayah utara Galilea, Karmel, dan Dataran Tinggi Golan.

Mengutip I24 News, Suku Druze tinggal di dua distrik utama: distrik utara (sekitar 81 persen populasi Druze) dan distrik Haifa (sekitar 19 persen). Sebanyak 98 persen populasi Druze di Israel tinggal di 19 desa, 17 di antaranya berada di Distrik Utara dan dua daerah (Daliat el Karmel dan Isfiya) berada di Distrik Haifa. Tiga daerah dengan jumlah Druze terbesar pada tahun 2021 adalah: Dalit al-Karmel, Yarka dan Magar.

Secara umum Suku Druze adalah komunitas Arab Timur Tengah. Populasi Druze saat ini bisa ditemui, terutama di Suriah, Lebanon, Yordania, Israel, dan Palestina. Diperkirakan lebih dari 1,5 juta suku Druze ada di dunia saat ini.

Mengutip Britannica konsentrasi terbesar Druze saat ini berada di Lebanon. Komunitas tersebut terletak di sepanjang tepi barat Pegunungan Lebanon serta di bagian tenggara negara itu, dan total populasi Druze berjumlah lebih dari 300.000 jiwa.

Suku Druze sangat memegang nilai-nilai komunitasnya dan tertutup dari dunia luar. Sejak tahun 1043, masyarakat Druze tidak diperbolehkan berpindah agama. Pernikahan biasanya dilakukan antarsesama orang Druze. Pernikahan anak muda Druze dengan pihak luar akan menjadi pertanda buruk bagi masa depan masyarakat Druze dalam jangka panjang.

Kepercayaan Druze berasal dari Mesir sebagai cabang dari Syiah Ismaili, pada masa pemerintahan khalifah Fatimid keenam sekitar tahun 996–1021. Suku Druze dikenal memuja sejumlah nabi, seperti Yitro (Shu'aib) dan Ayub (Ayyub), tempat suci, serta pertemuan keagamaan yang disebut Laylet Al-Jum'a. Komunitas Suku Druze hingga saat ini tetap bertahan di seluruh dunia yang membuktikan kepatuhan mereka terhadap prinsip taqiyya untuk melindungi diri. Mereka telah beradaptasi dengan lingkungannya dan berjanji setia kepada negara mana pun yang ditinggali.

Perjanjian Druze Membela Israel

Para pemimpin Druze menandatangani "perjanjian darah" dengan Israel pada 1956. Perjanjian ini mewajibkan komunitas tersebut untuk bergabung dengan IDF. Sudah lebih dari 60 tahun Suku Druze menjalankan perjanjian ini yang menewaskan ratusan warganya untuk melindungi Israel.

Kewajiban wajib militer bagi masyarakat Druze menjadi perdebatan panjang di kalangan komunitas Druze di Israel. Perdebatan ini meningkat setelah konferensi di Amman pada 2001 yang disponsori oleh Walid Jumblatt, pemimpin Druze Lebanon. Jumblatt meminta agar Suku Druze Israel tidak bergabung dengan IDF untuk berperang melawan saudara mereka Palestina.

Jika mereka harus bertugas, Jumblatt berharap bahwa masyarakat Druze tidak menyerang Palestina yang sedang berjuang melawan pendudukan Israel. Namun, mayoritas masyarakat pendukung wajib militer Druze beranggapan bahwa keterlibatan dalam IDF sebagai bentuk kesetiaan Druze di Timur Tengah terhadap tanah air mereka.