Puluhan bangunan dan ratusan staf Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) telah tewas di Gaza, Palestina. Hal ini membuat badan PBB yang mengurusi pengungsi di Palestina hampir lumpuh.
Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) mengkonfirmasi kematian 133 stafnya di Gaza akibat serangan udara Israel. “Staf kami di Gaza membawa anak-anaknya ke tempat kerja, sehingga mereka tahu bahwa mereka aman atau dapat mati bersama,” kata UNRWA dalam unggahan di platform X, Sabtu (9/12).
Sebelumnya, UNRWA juga mengungkapkan 88 bangunannya di terkena serangan, di tengah bombardir Israel di Jalur Gaza. Beberapa di antaranya terkena serangan secara langsung.
UNRWA telah menjadi platform utama bantuan kemanusiaan bagi lebih dari 2,2 juta orang di Gaza. Sehingga, lumpuhnya UNRWA bisa menjadi ambang kehancuran bagi Gaza. Komisaris Jenderal UNRWA Philippe Lazzarini memperingatkan hal itu di tengah serangan brutal Israel yang masih berlangsung di wilayah Palestina.
Badan PBB ini dibentuk untuk mendukung pengungsi Palestina sampai ada solusi politik. “Badan ini hampir tidak berfungsi,” ungkap Lazzarini dalam surat yang diposting di X pada Jumat (8/12). “Jika UNRWA runtuh, bantuan kemanusiaan di Gaza juga akan runtuh,” ujarnya.
UNRWA didirikan pada 1949 berdasarkan mandat PBB untuk melayani pengungsi Palestina di Yordania, Lebanon, Suriah, Jalur Gaza, Tepi Barat dan Yerusalem. Lembaga ini mendukung sekitar 5,9 juta pengungsi Palestina.
Namun, Israel kurang senang dengan adanya lembaga ini. Sudah sejak lama Israel melobi agar UNRWA ditutup, karena ini merupakan satu-satunya badan PBB yang mempunyai mandat khusus untuk memenuhi kebutuhan dasar para pengungsi Palestina. Jika lembaga tersebut tidak ada lagi, maka masalah pengungsi tidak akan ada lagi, dan hak sah bagi pengungsi Palestina untuk kembali ke tanah air mereka tidak diperlukan lagi.
Pekan lalu, pasukan militer Israel telah menginstruksikan orang-orang di Gaza untuk pindah lebih jauh ke selatan. Ini memaksa populasi Gaza semakin menyusut. Tempat penampungan sangat penuh sesak, dengan risiko tinggi terjadinya epidemi penyakit.
Lazzarini mengatakan kondisi pengungsi Gaza sudah sangat mengkhawatirkan. Di ruangan yang terbatas tapi terlalu penuh dan tidak bersih, lebih dari 700 orang pengungsi menggunakan satu toilet. Rata-rata 25 orang perempuan melahirkan setiap hari di tempat yang sangat tidak layak, dan orang-orang merawat luka terbuka.
Militer Israel kembali menggempur Jalur Gaza pada 1 Desember setelah jeda kemanusiaan dengan kelompok perlawanan Palestina Hamas selama sepekan dinyatakan berakhir. Sedikitnya 17.700 warga Palestina tewas dan lebih dari 48.780 warga lainnya terluka akibat gempuran tanpa henti Israel sejak 7 Oktober menyusul serangan lintas batas oleh Hamas.
Sementara upaya 13 negara anggota di Dewan Keamanan PBB, gagal mendorong gencatan senjata demi menghentikan pertumpahan darah di Jalur Gaza. Rancangan resolusi tersebut menyerukan semua pihak yang bertikai untuk mematuhi hukum internasional, khususnya perlindungan bagi warga sipil, dan menuntut segera dilakukan gencatan senjata.
Amerika Serikat memveto resolusi gencatan senjata di Gaza pada pemutungan suara Dewan Keamanan PBB. Akhirnya resolusi untuk gencatan senjata ini gagal di forum PBB, meski sudah ratusan PBB menjadi korban dalam perang Israel dan Hamas di Gaza.