Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengambil tindakan keras atas penyerangan Israel terhadap Palestina yang tak kunjung berhenti. Erdogan mengambil kebijakan menangguhkan seluruh perdagangan dengan Israel karena tragedi kemanusiaan yang semakin buruk di Gaza.
Menurut Menteri Perdagangan Turki Omer Bolat penangguhan hubungan dagang ini akan dilakukan sampai Israel mengizinkan aliran bantuan kemanusiaan yang tidak terputus dan cukup untuk rakyat Palestina di Gaza.
Bolat mengatakan Turki mengkritik sikap tanpa kompromi Israel terhadap gencatan senjata, serta situasi kemanusiaan di kota Rafah di Gaza Selatan. “Turki telah menangguhkan semua ekspor dan impor dengan Israel sampai gencatan senjata permanen tercapai dan bantuan masuk ke Gaza diizinkan tanpa gangguan apa pun,” kata dia, dikutip dari Al Jazeera, Sabtu (4/5/2024).
Mengutip BBC, hubungan dagang kedua negara memiliki nilai US$ 7 miliar pada 2023. Turki merupakan salah satu negara pemasok besi dan baja, bahan bakar jet, pestisida, dan peralatan konstruksi untuk Israel.
Pada 2023, Turki merupakan negara sumber impor terbesar kelima bagi Israel. Sedangkan Israel adalah pasar ekspor terbesar ke-13 bagi Turki dengan proporsi 2,1% dari total ekspor Turki pada 2023.
Pada tahun 1949, Turki merupakan negara mayoritas Muslim pertama yang mengakui Israel. Namun hubungan keduanya memburuk dalam beberapa dekade terakhir. Pada 2010, Turki memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel setelah 10 aktivis Turki pro-Palestina tewas dalam bentrokan dengan pasukan komando Israel yang menaiki kapal milik Turki yang mencoba mendobrak blokade maritim Israel di Jalur Gaza.
Israel Meradang, Berikan Waktu 7 Hari bagi Hamas untuk Setujui Rancangan Gencatan Senjata
Menteri Luar Negeri Israel, Israel Katz, menunjukkan kemarahannya atas sikap Turki. Dalam media sosial X (dulu Twitter), ia menuduh Recep Tayyip Erdogan bertindak seperti seorang diktator.
Ia menuliskan, "Erdogan mengabaikan kepentingan rakyat dan pengusaha Turki serta mengabaikan perjanjian perdagangan internasional."
Katz menyebutkan, ia telah menginstruksikan para staf di kementeriannya untuk mencari alternatif perdagangan selain Turki, dengan fokus pada beberapa komoditas utama Israel dan impor dari negara lain. Ia juga mengatakan akan mengambil tindakan untuk meminimalisir hubungan ekonomi antara Turki dengan Otoritas Palestina dan Gaza.
Selain mencari alternatif, Israel juga menekan Hamas untuk menyetujui rancangan kesepakatan gencatan senjata dengan batas waktu satu minggu. Jika tidak ada persetujuan dari Hamas, Israel menyatakan akan melanjutkan operasi militer di Rafah.
Pernyataan itu disampaikan delegasi Israel di tengah perundingan gencatan senjata yang berlangsung di Kairo, Mesir. Mengutip Al Jazeera, Sabtu, (4/5/2024), setidaknya 34.654 warga Palestina tewas dan 77.908 luka-luka dalam serangan Israel di Gaza sejak 7 Oktober 2023. Sedangkan jumlah korban tewas di Israel akibat serangan Hamas mencapai 1.139 orang dengan puluhan orang masih ditawan.
Osama Hamdan, juru bicara senior Hamas, mengatakan perundingan gencatan senjata yang dimediasi Qatar dan Mesir masih berlangsung. "Kami sudah bergerak maju dan ada beberapa poin bagus. Tapi hingga saat ini, kami masih membicarakan isu utama, yaitu gencatan senjata total dan penarikan total dari Gaza," kata dia dikutip dari Al Jazeera.
Hamdan mengatakan salah satu elemen kunci yang dibahas adalah tujuan Netanyahu mengirim tentara ke Rafah. "Ada pernyataan jelas dari Netanyahu yang mengatakan bahwa apa pun yang mungkin terjadi, jika ada gencatan senjata atau tidak, dia akan melanjutkan serangan," kata Hamdan.
Pesan ini menyiratkan Israel tidak memiliki komitmen yang kuat untuk melakukan gencatan senjata dan akan terus melanjutkan serangan. Pesan itu, kata Hamdan, sangat bertentangan dengan tujuan dari diadakannya diskusi untuk membahas gencatan senjata.
Ia melanjutkan, "Paling tidak, kami ingin tahu persis apa maksudnya, pernyataannya, dan reaksi mediator. Pemahaman kami bahwa setiap pencapaian gencatan senjata berarti tidak akan ada lagi serangan terhadap Gaza dan Rafah."