Putin Gaet Vietnam untuk Imbangi Isolasi Barat terhadap Rusia

123rf.com
Presiden Rusia Vladimir Putin menandatangani selusin kesepakatan dengan mitranya dari Vietnam, pada Kamis (20/6). Rusia juga menawarkan untuk memasok bahan bakar fosil, termasuk gas alam, ke Vietnam.
Penulis: Hari Widowati
21/6/2024, 19.52 WIB

Presiden Rusia Vladimir Putin menandatangani selusin kesepakatan dengan mitranya dari Vietnam, pada Kamis (20/6). Rusia juga menawarkan untuk memasok bahan bakar fosil, termasuk gas alam, ke Vietnam.

Kunjungan Putin ke Vietnam ini merupakan bagian dari strateginya untuk meningkatkan hubungan dengan Asia demi mengimbangi isolasi internasional yang semakin meningkat terhadap Rusia karena perang di Ukraina.

Putin dan Presiden Vietnam To Lam sepakat untuk bekerja sama lebih lanjut di bidang pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, eksplorasi minyak dan gas, serta energi bersih. Kedua negara juga sepakat untuk menyusun sebuah peta jalan untuk pembangunan pusat ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir di Vietnam.

Dari 12 kesepakatan yang diumumkan secara terbuka, tidak ada yang berkaitan dengan pertahanan. Namun, Lam mengatakan ada kesepakatan lain yang tidak diumumkan kepada publik.

Putin mengatakan bahwa kedua negara memiliki kepentingan yang sama dalam mengembangkan arsitektur keamanan yang dapat diandalkan di kawasan Asia-Pasifik tanpa memberikan ruang bagi blok politik-militer yang tertutup. Lam menambahkan bahwa Rusia dan Vietnam ingin bekerja sama lebih lanjut dalam bidang pertahanan dan keamanan untuk mengatasi tantangan keamanan non-tradisional.

Perjanjian antara Rusia dan Vietnam tidak sebesar pakta yang ditandatangani Putin dengan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un, pada Rabu (19/6) lalu.

"Pakta Rusia-Korea Utara itu menjanjikan bantuan timbal balik jika terjadi invasi," kata Nigel Gould-Davies, seorang peneliti senior untuk Rusia dan Eurasia di Institut Internasional untuk Studi Strategis di London, dan mantan duta besar Inggris untuk Belarus, seperti dikutip AP News, Kamis (20/6).

"Kunjungan Putin baru-baru ini ke Cina, Korea Utara, dan Vietnam adalah upaya untuk memecah isolasi internasional," kata Nguyen Khac Giang, seorang analis di ISEAS-Yusof Ishak Institute di Singapura.

Giang mengatakan bahwa Rusia penting bagi Vietnam karena dua alasan. Pertama, Rusia adalah pemasok peralatan militer terbesar bagi negara Asia Tenggara ini. Kedua, teknologi eksplorasi minyak Rusia membantu mempertahankan klaim kedaulatan Vietnam di Laut Cina Selatan yang disengketakan.

Vietnam juga telah memberikan lisensi kepada perusahaan minyak milik negara Rusia, Zarubezhneft, untuk mengembangkan blok lepas pantai di pesisir tenggaranya.

Mengenai Laut Cina Selatan, Lam mengatakan bahwa Rusia dan Vietnam akan mendukung dan memastikan keamanan, keselamatan, kebebasan navigasi dan penerbangan, serta penyelesaian sengketa secara damai dan sesuai dengan hukum internasional tanpa menggunakan kekerasan.

Putin tiba di Hanoi setelah menandatangani pakta strategis dengan Korea Utara. Kantor Berita Vietnam melaporkan, di Hanoi, Putin juga bertemu dengan politisi terkuat di Vietnam, yakni Sekretaris Jenderal Partai Komunis Vietnam Nguyen Phu Trong dan Perdana Menteri Pham Minh Chinh.

Putin berkendara ke Istana Kepresidenan Vietnam pada Kamis (20/6) sore. Ia disambut oleh anak-anak sekolah yang melambai-lambaikan bendera Rusia dan Vietnam.

Banyak yang telah berubah sejak kunjungan terakhir Putin ke Vietnam pada tahun 2017. Rusia kini menghadapi serangkaian sanksi yang dipimpin AS atas invasinya ke Ukraina.

Pada 2023, Pengadilan Kriminal Internasional di Den Haag mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Putin atas dugaan kejahatan perang, sehingga menyulitkan pemimpin Rusia itu untuk melakukan perjalanan internasional. Kremlin menolak surat perintah tersebut sebagai "batal demi hukum", dan menekankan bahwa Moskow tidak mengakui yurisdiksi pengadilan tersebut.

Kedubes AS Melontarkan Kritik Pedas

Perjalanan Putin ini menghasilkan teguran tajam dari Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) di Vietnam. AS mengatakan bahwa tidak ada negara yang boleh memberi Putin platform untuk mempromosikan perang agresinya dan sebaliknya mengizinkannya untuk menormalkan kekejamannya.

"Jika Putin diizinkan untuk melakukan perjalanan dengan bebas, hal itu dapat menormalkan pelanggaran terang-terangan Rusia terhadap hukum internasional," demikian pernyataan Kedutaan Besar AS di Vietnam.

AS dan sekutunya telah menyatakan keprihatinan yang semakin meningkat atas kemungkinan pengaturan senjata. Korea Utara memberikan Rusia amunisi yang sangat dibutuhkan untuk digunakan di Ukraina sebagai imbalan atas bantuan ekonomi Rusia dan transfer teknologi di bidang persenjataan nuklir. Kedua negara ini menyangkal tuduhan transfer senjata, yang akan melanggar beberapa sanksi Dewan Keamanan PBB.

Ridzwan Rahmat, analis perusahaan intelijen pertahanan Janes yang berbasis di Singapura, menyebut kecil kemungkinan Vietnam akan memasok senjata dalam jumlah yang signifikan ke Rusia. Vietnam tidak mungkin mempertaruhkan kemajuan yang telah dicapai dengan anggota NATO dalam hal peralatan militer, terutama AS.

"Saya membayangkan Vietnam tidak akan mau mengambil risiko, mengundang kemarahan negara-negara Barat dengan memasok (senjata) untuk Rusia," kata Rahmat.

Hanoi dan Moskow telah memiliki hubungan diplomatik sejak 1950. Tahun ini menandai 30 tahun perjanjian yang membangun "hubungan persahabatan" antara Vietnam dan Rusia.

Prashanth Parameswaran, seorang peneliti di Wilson Center's Asia Program, mengatakan bahwa Vietnam memperkuat hubungan dengan Rusia bahkan ketika mereka melakukan diversifikasi dengan mitra-mitra yang lebih baru.

Bukti dari hubungan yang panjang dan pengaruhnya dapat dilihat di kota-kota Vietnam. Di Hanoi, yang merupakan ibu kota Vietnam, banyak blok apartemen bergaya Soviet yang sekarang dikerdilkan oleh gedung pencakar langit.

Sebuah patung Vladimir Lenin, pendiri Uni Soviet, berdiri di sebuah taman tempat anak-anak bermain skateboard setiap malam. Banyak dari pimpinan tertinggi Partai Komunis Vietnam belajar di universitas-universitas Soviet, termasuk ketua partai Trong.

Dalam sebuah artikel yang ditulis untuk Nhan Dan, surat kabar resmi Partai Komunis Vietnam, Putin berterima kasih kepada teman-teman Vietnam atas posisi seimbang mereka dalam krisis Ukraina. Putin memuji negara itu sebagai "pendukung kuat tatanan dunia yang adil" yang didasarkan pada hukum internasional, kesetaraan, dan non-intervensi geopolitik.

Diplomasi Bambu Vietnam Diuji

Kebijakan pragmatis "diplomasi bambu" Vietnam semakin diuji. Vietnam merupakan pusat manufaktur dan pemain yang semakin penting dalam rantai pasokan global. Vietnam juga menjadi tuan rumah bagi pertemuan Presiden AS Joe Biden dan pemimpin Tiongkok Xi Jinping pada tahun 2023.

"Kunjungan Putin penting bagi Hanoi pada tingkat diplomatik. Mungkin bagi Vietnam, ini adalah upaya untuk menunjukkan mereka mampu mempertahankan keseimbangan diplomasi bambu yang lincah," kata Gould-Davies, mantan duta besar AS untuk Vietnam.

Dalam setahun terakhir, Vietnam menjadi tuan rumah bagi kunjungan kepala negara dari tiga negara terkuat di dunia. Gould-Davies menilai hal itu cukup mengesankan.

Bagi Rusia, kunjungan ini tampaknya lebih tentang image daripada yang lainnya. Rusia berusaha untuk terlibat dan memengaruhi negara-negara lain, terutama di negara-negara yang disebut Global South.

"Sejak perang dimulai, Putin tidak dapat melakukan banyak perjalanan atau terlalu jauh, dan dia hanya melakukan sedikit perjalanan di luar negara-negara bekas Soviet," katanya.

Vietnam tetap bersikap netral dalam invasi Rusia ke Ukraina. Namun, netralitas menjadi semakin sulit,

Parameswaran mengatakan bahwa Vietnam membutuhkan dukungan dari AS untuk memajukan ambisi ekonominya dan mendiversifikasi hubungan pertahanannya. "Vietnam harus secara hati-hati mengkalibrasi apa yang dilakukannya dengan Rusia di tengah meningkatnya ketegangan antara Washington dan Moskow."

Perdagangan bilateral antara Rusia dan Vietnam mencapai US$3,6 miliar pada tahun 2023. Sementara itu, nilai perdagangan Vietnam dengan Cina mencapai US$171 miliar sedangkan dengan AS sebesar US$111 miliar.

Sejak awal tahun 2000-an, Rusia telah menyumbang sekitar 80% dari impor senjata Vietnam. Jumlah ini telah menurun selama beberapa tahun terakhir karena upaya Vietnam untuk mendiversifikasi pasokannya. Namun, Giang menilai Vietnam butuh waktu untuk sepenuhnya melepaskan diri dari Rusia.

Mengingat isolasi internasional Putin, Vietnam melakukan "bantuan besar bagi pemimpin Rusia itu dan mungkin mengharapkan bantuan sebagai balasannya," tulis Andrew Goledzinowski, duta besar Australia untuk Vietnam, di platform media sosial X. "Vietnam akan selalu bertindak untuk kepentingan Vietnam dan bukan kepentingan orang lain," tulisnya.