Donald Trump terpilih menjadi "Person of the Year" atau "Tokoh Tahun Ini" versi Majalah Time. Ini adalah kedua kalinya Trump mendapatkan predikat tersebut.
Selama 97 tahun terakhir, para editor Majalah Time telah memilih "Tokoh Tahun Ini". Mereka adalah individu, yang dalam kondisi baik maupun buruk, melakukan banyak hal untuk membentuk dunia dan tajuk utama di berbagai media dalam lebih dari 12 bulan terakhir.
Pada tahun-tahun tertentu, Majalah Time kesulitan memilih Tokoh Tahun Ini. Namun, ini adalah pilihan yang mudah untuk tahun 2024.
Sejak Trump berkampanye untuk maju sebagai calon presiden Amerika Serikat pada 2015, Majalah Time menyebut tidak ada individu yang memainkan peran lebih besar daripada Trump dalam hal mengubah sejarah dan politik.
Kemenangannya dalam Pemilu 2015 mengejutkan banyak orang. Ia memimpin AS melalui masa jabatan yang kacau termasuk tahun pertama pandemi Covid-19 dan protes nasional di AS. Hal itu menyebabkan Trump kalah 7 juta suara pada pemilihan presiden 2020 dan memprovokasi serangan ke Capitol Hill pada 6 Januari 2021.
Era Pendewaan Trump
Jika kedua hal itu menjadi titik nadir Trump maka saat ini kita menyaksikan pendewaannya. Kemenangan Trump di Pemilu AS 2024 membuat para pendukung maupun para kritikus terberatnya hidup di "Era Pendewaan Trump".
Ia mengalahkan calon presiden dari Partai Republik lainnya dalam waktu singkat. Debat tunggal Trump dengan calon petahana, Presiden Joe Biden, pada bulan Juni lalu berujung pada pengunduran diri Biden dari pencalonannya yang kemudian menyerahkan tongkat estafet ke Kamala Harris.
Enam belas hari kemudian, Trump selamat dari percobaan pembunuhan pada saat ia melakukan kampanye di Pennsylvania. Sampai akhirnya ia berhasil mengalahkan Kamala Harris dalam Pemilu November lalu, menyapu bersih suara di tujuh negara bagian (swing states) yang menjadi penentu.
"Lihat apa yang terjadi. Bukankah ini gila?" ujar Trump kepada para pendukungnya dalam pidato perayaan kemenangannya. Ia hampir tidak mempercayai hal itu.
Trump membongkar politik AS dalam proses Pemilu. Ia menang dengan memperbesar basis pemilihnya, ia juga diuntungkan dengan rasa frustasi publik terhadap inflasi dan perubahan geopolitik yang membuat Biden tersudut.
Sejumlah exit poll menunjukkan Trump merupakan calon presiden dari Partai Republik dengan persentase suara terbesar di antara pemilih kulit hitam dan keturunan Amerika Latin sejak masa George W. Bush. Ia menjadi anggota Partai Republik pertama dalam 20 tahun terakhir yang meraih lebih banyak suara dibandingkan dengan calon dari Partai Demokrat. Sebanyak sembilan dari sepuluh daerah di AS meningkatkan dukungannya terhadap Trump sejak 2020.
Dunia akan Mengikuti Kemauan Trump
Saat ini kita menyaksikan anggota Kongres AS, institusi-institusi internasional, dan para pemimpin dunia akan mengikuti keinginan Trump. Kali ini ketika kembali ke Gedung Putih, rencana Trump sudah jelas: menerapkan bea masuk impor, mendeportasi jutaan imigran, dan mengancam kebebasan pers.
Tiga pekan setelah pemilu berlalu, Trump tampak lebih tenang dalam wawancara dengan Majalah Time. Berbeda dengan kondisi ketika Majalah Time menemuinya di Mar-a-Lago pada Maret lalu. Dia terdengar sedikit sedih menyadari bahwa ini adalah terakhir kalinya ia bisa menjabat sebagai Presiden AS.
"Di satu sisi memang menyedihkan. Ini tidak akan pernah terjadi lagi," ujar Trump kepada Majalah Time. Sementara ia berpikir mengenai bagaimana babak itu akan berakhir, bagi rakyat Amerika dan dunia, momen ini adalah suatu awal yang baru. Trump sekali lagi menjadi pusat perhatian dunia dengan posisinya yang lebih kuat daripada sebelumnya.