Novel yang mengisahkan tentang potret dunia pendidikan Indonesia mungkin sering Anda lihat. Dari sekian banyaknya novel tentang pendidikan, Anda pasti jarang sekali melihat atau membaca novel yang menceritakan kehidupan di pondok pesantren.
Oleh karena itu, ketika novel berjudul Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi rilis di pasaran, kehadirannya langsung mendapat sambutan yang sabngat luar biasa dari para pembca. Bahkan, novel ini pun menduduki posisi sebgai salah satu novel best seller di Indonesia.
Ibarat angin segar, novel Negeri 5 Menara menghadirkan kisah kehidupan pondok pesantren beserta lika-likunya yang tak banyak orang ketahui. Terinspirasi dari kisah nyata dari sang penulis, novel ini juga menghadirkan kisah-kisah yan mampu memotivasi sekaligus memukau para pembaca akan kehdiupan di dalam pesantren modern.
Dirilis pada 2009 oleh penerbit Gramedia, Negeri 5 Menara merupakan novel pertama dari trilogi yang juga menceritakan tentang perjuangan mimpi. Tepatnya, novel ini berfokus pada kehidupan 6 santri dari 6 daerah yang berbeda selama menuntut ilmu di Pondok Masani (PM) Ponorogo Jawa Timur untuk mencapai impian mereka.
Tak hanya meraih tittle sebagi novel best seller, novel ini juga turut memeperoleh beberapa penghargaan. Saah satunya adalah penghargaan sebagai Buku Fiksi Terbaik, Perpustakaan Nasional Indonesia pada tahun 2011. Novel ini pun juga telah diadaptasi ke dalam film pada tahun 2012.
Bila Anda ingin memperkaya diri Anda dengan kisah yang inspiratif atau cerita yang tidak biasa, maka Anda perlu membaca novel ini. Bila Anda masih ragu, baiknya Anda membaca sinopsis novel Negeri 5 Menara ini sebagai bahan pertimbangan Anda.
Sinopsis Novel Negeri 5 Menara
Kisah dalam novel ini dimulai dari tanah Minangkabau dimana karakter uatama Alif tinggal. Sejak kecil, Alif bercita-cita untuk menjadi seseorang seperti B.J Habibie. Sayangnya, sang Ibu tidak menyetujui cita-citanya itu dan lebih menginginkan anaknya untuk menjadi seperti sosok Buya Hamka.
Oleh sang Ibu, Alif hanya diberikan dua plihan sekolah, yaitu sekolah di bidang keagamaan atau mondok di pesantren. Pilihan ini membuat Alif marah namun ia juga tidak bisa menentang Ibunya. Akhirnya, Alif memutuskan untuk mondok di sebuah pesantren yaitu Pondok Madani yang ada di Jawa Timur.
Sebenarnya, Ibunya mereasa merasa berat hati untuk melepas anaknya ke pondok pesantren karena beliau sendiri lebih ingin anaknya bersekolah atau mondok di Minang saja. Ia sangat khawatir karena selama hidupnya Alif tidak pernah keluar dari tanah Minang.
Pada awal ia mondok, Alif merasa berat hati karena sebenarnya ia ingin menempuh pendidikan di ITB dan merasa mondok di pesantren hanya akan menghambat cita-citanya.Namun, ia teringat kalimat dari pemimpin pondok yaitu Kiai Rais yang megucapkan “Man Jadda Wa Jadda” yag artinya siapa yang bersungguh-sungguh pasti berhasil. Kalimat ini pun menjadi tonggaknya untuk tetap semangat mewujudkan cita-cita nya.
Selama Alif mondok di Pondok Madani, ia berkawan akrab dengan 5 santri lainnya yang berasal dari 5 daerah yang berbea. Mereka adalah Raja Lubis dari Medan, Said Jufri dari Surabaya, Duulmajid dari Sumenep. Atang dari Abndung, dan Baso Salahuddin dari Gowa.
Menjaalani kehidupan di pondol pesantren tentu tidak semudah yang dibayangkan. Kerika hampir mendekati waktu ujian tertulis dan lisan, mereka berenam bahkan harus belajar selama 24 jam untuk mempersiapkan diri. Walaupun sulit, tapi pada akhirnya Alif dan teman-temannya mampu menyesuaikan diri dengan kehidupan pondok pesantren.
Sayangnya, pada tahun berikutnya, Baso memutuskan untuk keluar dari pesantren karena permasalahan ekonomi dan keluarga. Tentu saja hal ini membuat Alif dan temamn-temnnya sangat sedih karena harus berpisah dengan Baso. Namun, di sisi lain, peristiwa ini mebuat mereka lebih bersemangat untuk segera lulus dari pondok pesantren dan mewujudkan impian mereka untuk menjelajah tanah Eropa dan Amerika.
Kutipan Indah dari Novel Negeri 5 Menara Karya Ahmad Fuadi
Dengan ceritanya yang Inspiratif, novel Negeri 5 Menara juga sarat akan kutipan indah yang bisa diterapkan dalam kehidupan. Berikut beberapa kutipan-kutipan tersebut.
“Man shabara zhafira. Siapa yang bersabar akan beruntung. Jangan risaukan penderitaan hari ini, jalani saja dan lihatlah apa yang akan terjadi di depan. Karena yang kita tuju bukan sekarang, tapi ada yang lebih besar dan prinsipil, yaitu menjadi manusia yang telah menemukan misinya dalam hidup.”
“Jangan berharap dunia yang berubah, tapi diri kita lah yang harus berubah. Ingat anak-anakku, Allah berfirman, Dia tidak akan mengubah nasib sebuah kaum, sampai kaum itu sendirilah yang melakukan perubahan. Kalau kalian mau sesuatu dan ingin menjadi sesuatu, jangan hanya bermimpi dan berdoa, tapi berbuatlah, berubahlah, lakukan saat ini. Sekarang juga!”
“Rugi kalau stress, mending kita bekerja keras. Wali kelasku pernah memberi motivasi yang sangat mengena di hati. Katanya, kalau ingin sukses dan berprestasi dalam bidang apa pun, maka lakukanlah dengan prinsip 'saajtahidu fauzq mustawa al-akhar'. Bahwa aku akan berjuang dengan usaha di atas rata-rata yang dilakukan orang lain.”