Ribuan Hotel Tutup, Industri Pariwisata Rugi Rp 60 Triliun

ANTARA FOTO/Arif Firmansyah/foc.
Pekerja mengepel lantai pada salah satu hotel di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Minggu (12/4/2020). PHRI mencatat ribuan hotel tutup akibat pandemi corona. Sektor pariwisata pun rugi Rp 60 triliun.
16/4/2020, 16.43 WIB

Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) mengatakan ada ribuan hotel dan ratusan restoran yang tutup akibat pandemi corona. Industri pariwisata pun kehilangan potensi pendapatan dari wisatawan asing sebesar US$ 4 miliar atau sekitar Rp 60 triliun sejak Januari hingga April 2020.

Adapun, penerimaan devisa sepanjang tahun lalu mencapai US$ 17,6 miliar. "Memang yang paling berat pekerja di sektor pariwisata, terdampak paling awal," kata Ketua PHRI Hariyadi Sukamdani dalam video conference, Kamis (16/4).

Hingga 13 April 2020, anggota PHRI telah menutup 1.642 hotel. Selain itu terdapat 353 restoran atau tempat hiburan yang tak beroperasi.

Daerah tujuan wisata yang paling merasakan penurunan jumlah wisatawan yaitu Manado, Bali, dan Batam. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mencatat hingga pekan kedua April 2020, sebanyak 180 destinasi dan 232 desa wisata ditutup.

(Baca: Bantu Pariwisata Hadapi Covid-19, Kemenpar Realokasi Anggaran Rp 500 M)

Dampaknya, beberapa hotel telah memberhentikan pekerja harian dan memberikan cuti di luar tanggungan perusahaan bagi pekerja kontrak dan pekerja tetap. Selain itu, perhotelan juga menerapkan waktu kerja secara bergilir. Hal ini untuk menjaga arus kas perusahaan.

Berdasarkan data per 5 April 2020, jumlah hotel tutup yang terbanyak berada di Jawa Barat, yaitu 501 hotel. Kemudian disusul oleh Bali sebanyak 281 hotel dan Jawa Timur 144 hotel.

Meski begitu, ia menilai data tersebut tidak mencerminkan kondisi di lapangan lantaran tidak semua anggotanya melaporkan kondisi sebenarnya.

Perhotelan pun telah menjalankan sejumlah strategi untuk mempertahankan bisnisnya, seperti membuat paket penginapan untuk isolasi diri, penginapan untuk tenaga medis dan Orang Dalam Pengawasan (ODP), hingga penginapan untuk WNA yang dikarantina.

PHRI juga membuka opsi kerja sama dengan pemerintah daerah untuk menyediakan tempat karantina bagi pemudik. Meski begitu, upaya tersebut dinilai tidak menutupi beban operasional hotel. Pasalnya, rata-rata tingkat okupansi hotel saat ini di bawah 10%.

Selain itu, upaya pemotongan biaya operasional juga dilaksanakan oleh pengusaha, seperti beban gaji karyawan dan biaya listrik. Pengusaha juga meminta keringanan bunga kredit perbankan.

Hariyadi berharap pemerintah dapat memberikan insentif kepada industri perhotelan. Insentif yang diharapkan berupa relaksasi Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 dan 26, pembebasan pajak hotel dan restoran, pajak hiburan pajak air tanah, dan pemabayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

Kemudian, ia berharap adanya pembebasan iuran BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan. Terlebih lagi, selama ini karyawan perhotelan tidak klaim dalam jumlah besar.

Selain itu, sejumlah perusahaan juga meminta penundaan pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) hingga akhir tahun 2020. "Bila masih memiliki dana namun tidak mampu membayar THR penuh, diusulkan pembayaran dengan dicicil," ujar dia.

(Baca: Antisipasi Booming Pariwisata Usai Covid-19, Kemenpar Benahi Hal Dasar)

Reporter: Rizky Alika