Pakar Duga Kematian Akibat Corona di RI Lebih Besar dari Laporan Resmi

ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/foc.
Mural ajakan melawan COVID-19 di Depok, Jawa Barat, Selasa (14/4/2020). Pakar epidemiologi sebut kemungkinan kasus kematian akibat corona empat kali lebih besar dari dilaporkan.
16/4/2020, 14.37 WIB

Keraguan akan data kematian akibat virus corona Covid-19 yang dikeluarkan pemerintah mulai muncul. Pakar epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI) dr Pandu Riono mengatakan ada kemungkinan angka kematian akibat corona saat ini jauh lebih besar dari yang dilaporkan.

Pandu mengatakan dari kajian FKM UI, ada faktor koreksi dari angka kematian akibat corona dengan angka 4,25. Sederhananya, jumlah pasien Covid-19 yang meninggal sebenarnya 4,25 kali lebih besar dari yang dirilis pemerintah.

“Kami lihat seharusnya berapa, dilaporkan ternyata sekian. Tidak sesuai,” kata Pandu kepada Katadata.co.id hari Rabu (15/4). Dari data Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, angka kematian akibat Covid-19 mencapai 469 orang.

(Baca: Bertambah 297 Kasus, Positif Virus Corona di RI Tembus 5.000 Orang)

Pandu menjelaskan angka ini didapatkan dari penghitungan berbasis laju reproduksi bersih (Ro) Covid-19 dikombinasikan dengan pertumbuhan eksponensial virus tersebut. Selain itu beberapa kondisi lain yang menjadi variabel penghitungan mereka adalah lonjakan angka pemakaman dengan protap corona di DKI Maret lalu.

Dia mengatakan dari hasil penelusuran FKM, kondisi pemakaman serupa ternyata juga terjadi di daerah. “Lalu kami hitung secara nasional, polanya (faktor koreksi) 4 sampai 5. Kami hitung rata-rata 4,25,” ujar Pandu.

Pandu juga mengatakan penghitungan ini juga dilakukan dengan asumsi virus corona telah masuk Indonesia sejak pekan ketiga Januari lalu. Dari pengumpulan informasi yang dilakukannya, sudah ada indikasi adanya orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP) Covid-19 pada awal tahun.

Dia menyebut kondisi ini erat kaitannya dengan penerbangan dari Wuhan, Tiongkok menuju wilayah Indonesia seperti Manado dan Bali yang belum ditutup saat itu. “Tapi pada awalnya, sistem tes kita tidak bisa dipercaya. Banyak hasil negatif,” katanya.

Pandu mengatakan potensi tak tercatatnya kematian akibat Covid-19 menggambarkan buruknya sistem layanan tes corona negara ini. Dia menduga fenomena ini terjadi karena kemampuan uji spesimen Covid-19 terbatas, sedangkan banyak suspect penyakit ini meregang nyawa dengan diagnosis lain.

“Hanya sebagian kecil sudah keluar. Jadi sepertinya ada backlog (tes Covid-19),” kata dia.

Selain mengebut tes, Pandu juga meminta pemerintah tegas memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) secara maksimal. Ia menganggap pembatasan yang dilakukan pemerintah masih setengah hati dengan membolehkan masyarakat mudik.

Dia memprediksi jika pemerintah abai, kasus positif Covid-19 yang perlu dirawat di rumah sakit bisa mencapai 1,5 hingga 1,7 juta. Sedangkan angka meninggal bisa mencapai 240 ribu. “Kalau lebih intens (ketat) kasus perawatan bisa di bawah 100 ribu,“ kata Pandu.

Penjelasan Pandu ini sekaligus menepis pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan hari Selasa (14/4) lalu. Luhut mengatakan angka kematian akibat corona RI jauh lebih sedikit dari Amerika Serikat.

"Buat saya tanda tanya, kenapa jumlah meninggal sampai hari ini — maaf sekali lagi — enggak sampai 500 orang padahal penduduk Indonesia 270 juta jiwa?" kata Luhut.

(Baca: Luhut Disorot Bandingkan Kematian Covid-19 di Indonesia dengan AS)