Harga minyak dunia terus tertekan hingga mencapai level terendah dalam 18 tahun terakhir atau sejak tahun 2002. Hal itu merupakan imbas dari kebijakan sejumlah negara yang menerapkan karantina wilayah atau lockdown karena virus corona.
Mengutip laman Bloomberg pada Kamis (19/3) pukul 07.34 WIB, harga minyak jenis Brent untuk kontrak Mei 2020 berada di level US$ 26,97 per barel. Sedangkan harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak April 2020 sebesar US$ 23,79 per barel, setelah pada sesi sebelumnya jatuh menyentuh US$ 20 per barel.
Minyak berjangka jenis WTI kehilangan lebih dari setengah nilainya dalam 10 hari terakhir karena kebijakan libur sekolah, bisnis ditutup, dan pemerintah di seluruh dunia mendesak warganya untuk membatasi pertemuan. Adapun penurunan di pasar AS dalam 10 hari terakhir merupakan yang terbesar untuk kontrak tersebut sejak diperkenalkan pada 1983.
(Baca: Harga Minyak Terendah Sejak 2016, Capai Level US$ 27 per Barel)
"Ada ketakutan akan keruntuhan ekonomi karena sentimen virus corona ini merebak secara global," ujar Wakil presiden penelitian di Tradition Energy Stamford, Gene McGillian seperti dikutip dari Reuters.
Pasar goyah setelah Arab Saudi berencana meningkatkan produksi secara signifikan. Hal itu dipicu sikap Rusia yang tidak setuju memangkas produksi untuk mengantisipasi permintaan minyak yang melemah .
Arab Saudi pun telah mengabaikan rencana pemangkasan produksi dan menyeimbangkan pasar. Negeri kaya minyak ini pun akan mempertahankan produksi lebih dari 12 juta barel per hari.
Sedangkan data mingguan Amerika Serikat mencatat pasokan minyak jenis WTI menunjukan penurunan yang signifikan dalam persediaan bensin dan solar. Stok minyak mentah naik 2 juta barel, sedangkan persediaan bensin dan sulingan turun masing-masing 6,2 juta dan 2,9 juta barel.
Di sisi lain, Goldman memperkirakan penurunan harga minyak jenis Brent ke level US$ 20 pada kuartal kedua tahun ini. Sedangkan Rystad Energy memproyeksikan penurunan permintaan dari tahun ke tahun sebesar 2,8 juta barel per hari, atau 2,8% tahun ini.
(Baca: Pertemuan OPEC+ Batal, Perang Harga Minyak Arab Saudi-Rusia Berlanjut)