Pemerintah telah mencanangkan kebijakan investasi hijau untuk dijalankan di seantero negeri. Program yang diluncurkan di Papua dan Papua Barat pada Kamis (27/2) ini mendorong pelaku bisnis memanfaatkan sumber daya alam, namun di sisi lain tetap mempertahankan keberlanjutan lingkungan.
Pada tahap awal, investasi hijau di Bumi Cenderawasih didorong untuk budidaya hasil pertanian, seperti kakao, kopi, pala, dan rumput laut. Selain itu, investasi ramah lingkungan juga menyasar budidaya perikanan dan pengembangan ekowisata.
Dalam pertemuan tingkat tinggi investasi hijau di Sorong, Papua Barat, Kamis (27/2), pemerintah juga menawarkan program ini kepada 45 perusahaan. Meski demikian, belum ada kepastian dari berbagai perusahaan tersebut untuk berkomitmen dalam investasi yang berkelanjutan.
Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan pun memberikan tenggat satu bulan kepada perusahaan untuk membuat proposal usulan investasi hijau di Papua dan Papua Barat. Dalam proposal tersebut, mereka diminta mendetailkan bentuk investasi serta komoditas yang disasar.
Tak hanya itu, pemerintah menyiapkan pemanis yakni insentif bagi perusahaan yang terlibat dalam investasi hijau. "Kami sedang hitung ada beberapa angkanya (insentif). Nanti kami satu bulan lagi ada pertemuan di Jakarta," kata Luhut.
(Baca: Luhut Sebut Starbucks Tertarik Investasi Hijau di Papua)
Sebenarnya bukan tanpa sebab berbagai perusahaan tersebut masih belum memastikan ikut dalam program investasi hijau yang diinisasi pemerintah. Mereka masih khawatir keuntungan mereka menciut jika mengikuti pakem investasi ramah lingkungan.
"Kalau business as usual dengan tidak mengindahkan lingkungan dan sosial, mungkin pertumbuhan ekonominya bisa lebih tinggi," kata Direktur Program Yayasan Inisiatif Dagang Hijau Zakki Hakim.
Tak hanya itu, Zakki menilai investasi hijau dapat optimal jika paling tidak ada anggaran pemerintah yang digelontorkan dengan nominal US$ 200 juta atau setara Rp 2,8 triliun. Itu pun, lanjut Zakki, membutuhkan waktu selama sepuluh tahun.
Zakki mengatakan, nilai investasi selama sepuluh tahun itu diperlukan untuk pemberdayaan petani melalui pelatihan budidaya pertanian yang baik. "Kemudian akses input lebih baik, misalnya untuk bibit, agrochemical, dan perbankan supaya bisa tingkatkan produktivitas lahan mereka," kata Zakki.
Hal senada disampaikan CEO Imagine Paul Polman yang mengatakan keuntungan yang bisa didapatkan berbagai perusahaan dalam jangka pendek cukup kecil. Ini karena ada berbagai masalah yang harus mereka hadapi, seperti infrastruktur dan edukasi.
Keuntungan Buat Korporasi
Kendati demikian, Paul yakin perusahaan akan mendapatkan keuntungan yang jauh lebih besar dalam jangka panjang. Salah satunya berasal dari pengurangan biaya lingkungan dan sosial yang rutin dikeluarkan perusahaan jika melakukan bisnis seperti biasanya.
Lebih lanjut, mantan CEO Unilever itu menyebut perusahaan akan diuntungkan karena faktor keberlanjutan kini menjadi tren internasional. Banyak perusahaan kelas dunia mensyaratkan produk mereka berasal dari proses yang memperhatikan lingkungan hidup serta sosial.
Melalui investasi hijau pula, perusahaan akan lebih cepat berinovasi. "Anda bisa mendapatkan keuntungan dengan sangat besar. Beberapa industri juga akan bertahan lebih lama dengan model yang berkelanjutan," kata Paul.
Keuntungan yang dirasakan melalui investasi hijau tak hanya dirasakan oleh korporasi. Paul mengatakan, investasi hijau dapat mencegah adanya kerusakan lingkungan, seperti deforestasi dan perubahan iklim.
Investasi ramah lingkungan juga dapat mendorong masyarakat menjadi lebih berdaya secara ekonomi. "Peluang untuk meningkatkan 60% dari pekerjaan di area rural, bahkan jumlahnya bisa lebih besar," kata pria asal Belanda ini.
(Baca: East Ventures Lirik Peluang Investasi pada Proyek Ramah Lingkungan)
Head of Olam Cocoa Indonesia Vijay Karunakaran mengatakan dirinya tertarik untuk masuk dalam investasi hijau lantaran program tersebut akan menguntungkan perusahaannya dalam jangka panjang. Vijay menilai produksi kakao di Indonesia akan semakin meningkat dengan program yang ramah lingkungan.
Peningkatan bahan baku coklat ini penting lantaran selama ini produksi kakao di Indonesia tak mencukupi kebutuhan industri. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, produksi kakao tahun lalu diperkirakan hanya mencapai 596.500 ton. Padahal, industri memerlukan sekitar 800 ribu ton kakao setiap tahunnya.
Alhasil, pihak industri termasuk Olam harus mengimpor sebanyak 250 ribu ton kakao untuk menutupi kekurangan tersebut. "Jadi apapun program di Indonesia untuk meningkatkan produksi, kami akan sangat mendukung," kata Vijay.
Pendiri PT Bumi Tangerang Mesindotama (BT Cocoa) Piter Jasman juga menyampaikan hal serupa. Menurut Piter, investasi hijau ini akan mampu mendorong produksi kakao di dalam negeri. Lebih lanjut, Indonesia bisa menghemat devisa negara karena tak perlu lagi mengimpor kakao.
"Selain itu ini akan mendorong lapangan pekerjaan. Boleh dikatakan 95% petani kakao itu perorangan. Ini keunggulan Indonesia," kata Piter.