Pemerintah diminta turun tangan dalam proses transisi pengambilalihan Blok Rokan dari Chevron ke Pertamina. Sebab, diskusi antara kedua belah pihak hingga kini masih menemui kebuntuan.
Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro menilai, perlu ada campur tangan dari Pemerintah jika diskusi mengenai alih kelola Blok Rokan tak kunjung berjalan sesuai rencana. Apalagi, Pertamina didorong untuk segera melakukan kegiatan investasi karena Chevron disebut enggan berinvestasi menjelang kontrak berakhir.
"Jika tidak segera kunjung ada solusi saya kira pemerintah memang perlu intervensi," kata Komaidi kepada Katadata.co.id, Selasa (3/12).
Komaidi yakin bakal ada solusi jika niat awal percepatan transisi dilakukan guna menekan penurunan produksi yang terjadi di Blok Rokan. Harus ada komunikasi yang lebih baik antara kedua belah pihak.
"Bagaimanapun ini masalah bisnis sehingga silahkan diselesaikan B to B," kata Komaidi.
(Baca: Pertamina Pesimistis Bisa Mengebor Blok Rokan Tahun Depan)
Senada, Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menilai kehadiran pemerintah dalam menjembatani persoalan ini harus lebih kuat. Meski skema tersebut menggunakan business to business, campur tangan pemerintah penting untuk menjaga produksi Blok Rokan.
Ia menyarankan Pertamina melakukan investasi lebih awal sebelum resmi mengambil alih blok migas ini. Setelah itu, Pertamina dan Chevron dapat membuat perhitungan bagi hasil produksi migas.
"Harusnya Chevron tidak masalah dengan skema ini karena mereka sama sekali tak mengeluarkan uang," jelas Mamit.
(Baca: SKK Migas: Pencurian Minyak di Blok Rokan Semakin Marak)
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan meminta penjelasan Pertamina mengenai proses transisi Blok Rokan. Hal ini lantaran perusahaan pelat merah tersebut belum juga berinvestasi di blok tersebut.
Luhut menilai masa transisi idealnya dimulai dua tahun sebelum alih kelola blok tersebut pada 2021."Jadi diputuskan, kalau iya ya iya, kalau tidak ya tidak, jangan seperti itu," kata Luhut di Gedung Kemenko Maritim, Senin (2/11).