Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto menginginkan agar Musyawarah Nasional (Munas) yang bakal digelar pada 4-6 Desember 2019 berjalan secara musyawarah mufakat. Keinginan Airlangga ini memberi sinyal bahwa dirinya berharap pemilihan Ketua Umum Golkar dalam Munas melalui proses aklamasi.
“Besar harapan saya bahwa dalam munas azas yang dikedepankan adalah demokratis dengan mengutamakan musyawarah dan mufakat,” kata Airlangga dalam Rapimnas Golkar di Hotel Ritz-Carlton, Jakarta, Kamis (14/11).
Airlangga menyatakan, pemilihan secara aklamasi untuk menentukan pimpinan partai beringin bukanlah hal tabu. Golkar pernah dua kali menerapkan pemilihan secara aklamasi yakni saat Munas di Bali pada 2014 dan Munas Luar Biasa pada 2017.
(Baca: Di Rapimnas Golkar, Airlangga Sindir Kesepakatan dengan Bamsoet )
Munas Bali pada 2014 menyepakati Abu Rizal Bakrie kembali menjadi Ketua Umum. Sedangkan Munas Luar Biasa pada 2017 memilih Airlangga terpilih sebagai Ketua Umum Golkar menggantikan Setya Novanto yang terjerat kasus korupsi e-KTP.
“Aklamasi bukan pertama kali. Golkar sudah melaksanakan itu. Aklamasi itu bagian dari demokrasi juga,” kata Airlangga.
Sependapat dengan Airlangga, Ketua Dewan Pembina Golkar Aburizal Bakrie juga berharap pemilihan Ketua Umum Golkar dapat ditempuh secara musyawarah mufakat.
Lewat musyawarah mufakat, nantinya para calon akan berunding mengenai siapa sosok yang bakal menjadi Ketua Umum Golkar. Kemudian, tenaga mereka dapat digunakan untuk menentukan arah Golkar ke depan. “Kalau bermusyawarah kan baik. Tenaga kan bisa disimpan,” kata Bakrie.
(Baca: Jokowi Klarifikasi Pujian ke Airlangga sebagai Ketum Golkar yang Top)
Wakil Koordinator Bidang Pratama Golkar Bambang Soesatyo (Bamsoet) tak sepakat dengan pernyataan Airlangga dan Bakrie. Menurut Bamsoet, pemilihan Ketua Umum Golkar secara aklamasi dapat menimbulkan perpecahan di internal partai.
Untuk diketahui, Bamsoet digadang-gadang sebagai salah satu calon Ketua Umum Golkar, melawan Airlangga yang menjadi petahana. Meski belum menyatakan secara resmi soal pencalonannya, Bamsoet tak menutup peluang untuk maju menjadi Golkar-1.
Bamsoet mengatakan, perpecahan Golkar akibat aklamasi itu terjadi dalam Munas Bali 2014. Kubu Agung Laksono tak setuju dengan proses Munas, membuat tandingan di Ancol, Jakarta dan secara aklamasi memutuskan Agung sebagai Ketua Umum Golkar.
“Kami punya pengalaman pahit, pemaksaan aklamasi itu membuat kami pecah,” kata Bamsoet.
(Baca: Tim Sukses Pastikan Bamsoet Maju Sebagai Calon Ketum Golkar)