Moeldoko: Jokowi Pusing Susun Formasi Kabinet Periode Kedua

ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla (kanan) menyapa jurnalis usai Sidang Bersama DPD-DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (16/8/2019).
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Yuliawati
16/10/2019, 19.18 WIB

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyebut Presiden Joko Widodo (Jokowi) pusing menyusun kabinet untuk periode keduanya. Sebab, Jokowi harus memasukkan banyak nama dalam kabinet barunya.

Jokowi harus mengakomodasi partai-partai politik yang mendukungnya saat Pilpres 2019 lalu. Tercatat, ada sepuluh partai yang mendukung Jokowi ketika kontestasi politik itu digelar, yakni PDIP, Golkar, Nasdem, PKB, PPP, Hanura, PSI, Perindo, PKPI, dan PBB.

"Ya pasti dong menghadapi orang banyak pusing. Biasa itu,” kata Moeldoko di kantornya, Jakarta, Rabu (16/10).

(Baca: Jokowi: Banyak Wajah Baru di Kabinet Periode Kedua)

Pernyataan Moeldoko ini sesuai dengan ucapan dari Wakil Ketua Majelis Syura PKS Hidayat Nur Wahid yang menilai Jokowi kelimpungan menyusun kabinet periode 2019-2024.

Jokowi harus mengakomodir sepuluh partai yang dulu pernah mendukungnya. Ditambah lagi, ada wacana Gerindra, Demokrat, dan PAN untuk bergabung ke barisan pendukung Jokowi.

Otomatis, Jokowi perlu mempertimbangkan ketiga partai itu untuk bisa mendapatkan kursi di kabinet. Padahal, eks Gubernur DKI Jakarta itu sebelumnya menyebutkan bahwa proporsi menteri berlatar politik di kabinet mendatang hanyalah 45%.

Jika ada 34 kementerian, berarti hanya ada sekitar 15-16 posisi menteri yang akan diduduki oleh politisi. Selebihnya, menteri akan diduduki oleh kalangan profesional. “Pasti tidak mudah membagi,” kata Hidayat.

(Baca: Hidayat Nur Wahid Sebut PKS Tetap Jadi Partai Oposisi)

Atas dasar itu, Hidayat menyebut partainya belum terpikir untuk bertemu dengan Jokowi, meski undangan pertemuan sudah diterima PKS. PKS khawatir pertemuan diartikan sebagai upaya bergabung dalam koalisi pemerintah dan meminta jatah menteri.

Hidayat menyebut PKS bakal tetap menjadi partai oposisi. PKS tak akan mengikuti jejak partai sekutunya di Pilpres 2019 yakni Gerindra, Demokrat, dan PAN yang berupaya masuk ke barisan pendukung pemerintah.

Hidayat mengklaim keputusan PKS untuk menyelamatkan demokrasi di Indonesia. Menurutnya, demokrasi di Indonesia dapat tercipta jika fungsi check and balance berjalan.

(Baca: Edhy Prabowo dan Sandiaga Uno Disebut Jadi Calon Menteri dari Gerindra)