Hidayat Nur Wahid Sebut PKS Tetap Jadi Partai Oposisi
Wakil Ketua Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nur Wahid menyatakan pihaknya tetap menjadi partai oposisi. PKS tak akan mengikuti jejak partai lainnya, yakni Gerindra, Demokrat, dan PAN yang berupaya masuk ke barisan pendukung pemerintahan Joko Widodo.
"PKS sudah memutuskan berada di luar kabinet. Kami berada sebagai oposisi apapun namanya," kata Hidayat di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (16/10).
Hidayat mengklaim keputusan PKS untuk menyelamatkan demokrasi di Indonesia. Menurutnya, demokrasi di Indonesia hanya bisa tercipta jika fungsi check and balance berjalan.
Jika semua partai merapat ke pemerintah, Hidayat khawatir fungsi mengawasi dan mengontrol tak berjalan. "Kami menyediakan diri untuk menjadi yang meningkatkan dan menyelamatkan marwah demokrasi dengan berada di oposisi," ucap Hidayat.
(Baca: Manuver Prabowo dan Koalisi Super Gemuk Jokowi)
Lebih lanjut, PKS memutuskan menjadi oposisi untuk menghormati pihak yang menang Pilpres 2019, Joko Widodo-Ma'ruf Amin. Jokowi-Ma'ruf didukung sembilan partai, yakni PDIP, Golkar, Nasdem, PKB, PPP, Hanura, PSI, PKPI, dan PBB.
Adapun, PKS memutuskan mendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno bersama Gerindra, Demokrat, dan Berkarya. Hidayat mengatakan, sudah sepantasnya Jokowi-Ma'ruf bersama sembilan partai pendukungnya menikmati kursi kekuasaan sebagai pihak pemenang Pilpres 2019.
Sebagai pihak yang kalah, PKS tak boleh ikut menikmati kekuasaan tersebut. Terlebih jika PKS meminta jatah menteri kepada Jokowi.
"Kursi selalu dibagi kepada partai pendukung Pak Jokowi saja masih kurang, apalagi masing-masing sudah mengajukan banyak calon. Silakan berikan itu kepada pendukung Pak Jokowi," katanya.
(Baca: Golkar Minta Jokowi Prioritaskan Partai Koalisi di Kabinet Periode Dua)
Menurut Hidayat, PKS tak masalah jika harus sendiri berada di luar koalisi pemerintah. Sebab, dia yakin fungsi kontrol dan kritik masih akan tetap dijalankan oleh partai-partai di koalisi pemerintah.
Hal tersebut sudah terlihat di DPR periode 2014-2019. Dia mengklaim DPR periode lalu sudah cukup baik melakukan fungsi kontrol dan kritik terhadap pemerintah, meski tak hanya berasal dari partai oposisi.
"Jadi kami tidak takut sendirian karena pada hakikatnya nanti kawan-kawan kami, anggota DPR, akan melakukan kritik terhadap hal-hal yang tidak sesuai dari yang seharusnya atau janji kampanye," ujarnya.
(Baca: NasDem dan PPP Khawatirkan Wacana Gerindra Gabung Pemerintah)