Anggota DPR Fraksi Gerindra Supratman Andi Atgas mengatakan pemberantasan korupsi bakal lebih mudah jika koruptor dimiskinkan. Namun upaya tersebut perlu komitmen dari presiden hingga kepolisian dan kejaksaan.
"Presiden komitmen, perintahkan polisi dan jaksa agung untuk melakukan tindakan pemiskinan," kata Supratman dalam diskusi SmartFM di Jakarta, Sabtu (5/10).
Menurutnya, pemiskinan koruptor bisa menjadi peringatan bagi pejabat negara agar tidak melakukan korupsi. Apalagi solusi utama dari pemberantasan korupsi ialah pengembalian keuangan negara, bukan penjatuhan hukuman seperti hukuman penjara.
(Baca: Sri Mulyani Sebut Para Bos BUMN yang Ditangkap KPK Sebagai Pengkhianat)
Selain itu, ia menilai pencegahan korupsi dapat dilakukan dengan adanya Undang-Undang yang membatasi transaksi tunai. Pembatasan transaksi dapat dilakukan dengan nominal maksimal Rp 5 juta atau 10 juta per hari.
Selama ini, lanjut Supratman, koruptor kerap tertangkap menggunakan metode transaksi tunai. Makanya pembatasan transaki diperlukan, seperti yang dilakukan oleh pemerintah di negara lainnya.
"Jadi inti pemberantasan korupsi hanya satu, follow the money. Kalau koruptor ditangkap, dipenjara, itu sama saja. Buat apa?" ujar dia.
Banyaknya kasus korupsi telah merugikan Indonesia. Berdasarkan kajian World Economic Forum (WEF), maraknya korupsi merupakan penghambat utama investasi di Indonesia.
WEF menempatkan korupsi dengan skor tertinggi, yaitu sebesar 13,8 sebagai faktor utama penghambat investasi di Indonesia. Hal tersebut lantaran banyaknya praktik suap, gratifikasi, favoritisme, dan pelicin yang dilakukan sejumlah oknum, terutama dalam pengurusan perizinan.
Praktik-praktik korupsi mengakibatkan beberapa dampak terhadap investor. Dampak tersebut antara lain dapat memunculkan persaingan tidak sehat, distribusi ekonomi yang tidak merata, tingginya biaya ekonomi, memunculkan ekonomi bayangan, menciptakan ketidakpastian hukum, dan tidak efisiennya alokasi sumber daya perusahaan.