Banyak yang kusut dalam revisi Kitab Undang Undang Hukum Pidana (RKUHP), yang ramai dibincangkan beberapa hari ini. Satu di antara yang menjadi sorotan aktivis hukum yakni pasal penghinaan terhadap presiden. Sebab, pada 2006, Mahkamah Konstitusi membatalkan pasal-pasal penghinaan presiden dalam KUHP.
Dalam putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006, Mahkamah Konstitusi menyatakan pasal penghinaan presiden sudah tidak relevan pada sistem demokrasi saat ini. Karena itu, peneliti Institute of Criminal Justice Reform (ICJR) Maidina Rahmawati heran mengapa perumus revisi KUHP malah memasukkan pasal serupa meski bersifat delik aduan.
”Tidak boleh ada pasal penghinaan presiden atau pasal yang mirip dengan itu di reformasi hukum Indonesia. Itu membangkang dari konstitusi” kata Maidina di Jakarta, Jumat (20/9). Secara filosofis, dia melanjutkan, Mahkamah menyatakan seorang kepala negara yakni presiden atau wakil presiden kedudukannya setara dengan masyarakat.
(Baca: Rancangan KUHP yang Akan Disahkan DPR Bertabur Pasal Kontroversial)
Saat ini Presiden Joko Widodo alias Jokowi telah meminta Dewan Perwakilan Rakyat menunda revisi KUHP. Namun Maidina mengaku siap membawa aturan ini ke uji materi di Mahmakah Konstitusi apabila aturan hukum pidana ini tetap disahkan. Apalagi ada 17 masalah di pasal-pasal RKUHP.
(Baca: Masih Ada Pasal Kontroversial, Jokowi Tunda Pengesahan Revisi KUHP)
Juru bicara Mahkamah Konstitusi Fajar Laksono tahun lalu menjelaskan pasal penghinaan presiden dibatalkan dengan pertimbangan menimbulkan ketidakpastian hukum. Apalagi pasal tersebut multitafsir antara kritik dan penghinaan terhadap presiden dan wapres.
"Kalau dilihat pertimbangan putusan itu sebetulnya sudah jelas. Memasukkan kembali norma serupa dengan yang dibatalkan itu bertentangan dengan putusan MK," kata Fajar.
Dalam revisi KUHP saat ini, aturan penghinaan itu masuk dalam tiga pasal yakni Pasal 218, 219, dan 220. Pasal 218 mengatur soal ketentuan pidana bagi orang yang menghina presiden dan wapres dengan pidana tiga hingga enam tahun penjara.
Pasal 219 ditujukan bagi pihak yang menyiarkan atau menyebarluaskan penghinaan terhadap presiden dengan pidana empat hingga enam tahun penjara. Adapun Pasal 220 memastikan aturan ini merupakan delik aduan.