Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menetapkan siaga darurat di Provinsi Riau, Sumatera akibat kebakaran hutan semakin meluas. Selain Riau, beberapa provinsi lainnya juga mengalami kebakaran hutan dan lahan (karhutla), antara lain di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sumatera Selatan, Aceh, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Sulawesi Selatan.
Kebakaran hutan yang terjadi selama beberapa bulan terakhir menimbulkan polusi udara berupa kabut asap. Selain mengganggu aktivitas sehari-hari, kabut asap juga memiliki berbagai dampak negatif terhadap kesehatan.
Kabut asap bisa mengandung partikel-partikel berbahaya, misalnya gas karbondioksida (CO2), karbon monoksida (CO), sulfur oksida (SO2), dan nitrogen oksida (NO2). Selain itu, ada partikel lainnya, seperti abu hasil kebakaran hutan yang ikut terbawa angin.
Apa saja gangguan kesehatan yang ditimbulkan oleh kabut asap karhutla? Berikut ini penjelasannya.
1. Iritasi mata
Debu dan zat yang bersifat iritatif yang terbawa oleh kabut asap dapat menimbulkan iritasi mata sehingga mata merah atau berair. Untuk mengantisipasi gangguan ini, siapkan kacamata dan tetes mata jika ingin bepergian ke luar rumah.
2. Iritasi dan radang pada kulit
Selain menimbulkan iritasi pada mata, polusi udara yang disebabkan oleh kabut asap biasanya membuat kulit semakin kering. Pada beberapa orang yang sensitif, bisa terjadi alergi yang ditandai dengan rasa gatal atau munculnya jerawat karena pori-pori kulit tersumbat. Untuk masyarakat yang harus beraktivitas di luar ruangan, disarankan menggunakan baju lengan panjang dan celana panjang untuk meminimalisasi iritasi terhadap kulit.
3. Batuk, radang tenggorokan, dan sakit kepala
Menurut jurnal Kementerian Kesehatan, tubuh kita bereaksi dengan memproduksi lebih banyak air mata dan lendir ketika terpapar kabut asap. Hal ini menyebabkan hidung berair, batuk berdahak, tenggorokan terasa gatal, bahkan hingga menimbulkan pusing atau sakit kepala.
Oleh karena itu, masyarakat yang beraktivitas di luar ruangan disarankan selalu mengenakan masker yang cukup tebal. Masker dapat dibasahi dengan sedikit air untuk menyaring partikel-partikel halus dari kabut asap. Dalam kondisi kualitas udara yang semakin buruk, sebaiknya aktivitas di luar ruangan dibatasi.
4. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)
Polusi udara yang disebabkan kabut asap karhutla menjadi pemicu infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), gejalanya adalah batuk, pilek, dan demam hingga radang pada paru-paru. Dinas Kesehatan Kota Tarakan, Kalimantan Utara mencatat selama Agustus 2019 terjadi 35 kasus ISPA per hari sedangkan pada 1-15 September 2015 terjadi 45 kasus per hari.
"Sebenarnya peningkatan ISPA belum signifikan, kita berusaha mencegahnya. Tadi malam di rakor disampaikan kabut asap masih dalam batas normal," kata Plt Kepala Dinas Kesehatan Kota Tarakan, Witoyo, seperti dikutip Antara, Senin (16/9).
Dinas Kesehatan Sumatera Selatan juga mencatat ada 32.815 penderita ISPA yang ditangani dalam lima pekan terakhir. Bayi dan balita merupakan golongan yang paling rentan terkena ISPA karena ketahanan tubuhnya lebih rendah dibandingkan orang dewasa.
Seorang bayi berusia empat bulan bernama Elsa Pitaloka meninggal akibat ISPA di RS Ar Rasyid, Palembang, Minggu (15/9). Seperti dilansir CNN Indonesia, Elsa menderita sesak napas sejak Sabtu (14/9). Kabut asap karhutla yang menimpa Desa Talang Buluh, yang merupakan tempat tinggal Elsa dan orang tuanya, diduga menjadi penyebab kematian bayi tersebut.
Sementara itu, di Provinsi Riau diperkirakan ada lebih dari 281.626 penderita ISPA akibat polusi kabut asap. Di Kota Pekanbaru, pemerintah daerah menyediakan Posko Rumah Singgah Warga Terdampak Asap. Di sana terdapat layanan kesehatan, obat-obatan, makanan tambahan, hingga tabung oksigen bagi korban yang terdampak kabut asap. Di Pontianak juga ada layanan serupa yang disebut sebagai Rumah Oksigen.
(Baca: Jokowi Tugaskan Menteri LHK dan TNI/Polri Atasi Kebakaran & Asap Riau)
5. Memperburuk kondisi asma dan Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
Kabut asap yang terhirup bisa memperburuk kondisi kesehatan masyarakat yang telah memiliki penyakit asma atau paru-paru. Kosentrasi zat-zat yang ada di dalam kabut asap membuat penderita semakin sulit bernapas dan berpotensi merusak paru-paru. Jika polusi tadi terhirup dalam jangka panjang, bisa menyebabkan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) dan kanker paru-paru.
6. Fungsi jantung terganggu
Polutan alias zat-zat berbahaya yang ada di dalam kabut asap juga berisiko masuk ke dalam aliran darah karena ukurannya sangat kecil, di bawah 10 mikrometer. Hal ini menyebabkan terjadinya penumpukan plak dalam pembuluh darah dan mengganggu kerja jantung. Sejumlah penelitian menunjukkan bahaya polusi udara, termasuk kabut asap karhutla, dalam jangka panjang dapat meningkatkan risiko penyakit jantung koroner.
(Baca: Indonesia-Malaysia Saling Tuding soal Kabut Asap Kebakaran Hutan )