Mensos Akan Beri Bantuan untuk Korban Kerusuhan Papua

ANTARA FOTO/Jeremias Rahadat
Petugas membawa korban terluka insiden di Deiyai di RSUD Mimika, Papua, Kamis (29/8/2019). Kementerian Sosial akan menyalurkan bantuan untuk korban kerusuhan di Papua.
Penulis: Rizky Alika
Editor: Yuliawati
31/8/2019, 07.28 WIB

Menteri Sosial Agus Gumiwang mengatakan akan memberikan bantuan kepada korban kerusuhan Papua. Bantuan akan diberikan kepada korban yang mengalami kerugian material maupun korban yang kehilangan nyawa.

"Kami akan data dan verifikasi. Lalu kami akan beri bantuan yang sifatnya stimulan. Intinya pemerintah akan hadir," kata dia di Lapangan Banteng, Jakarta, Jumat (20/8).

Namun, ia tidak menjelaskan secara rinci bentuk bantuan tersebut. Sementara, besaran jumlah bantuan akan bergantung pada hasil pendataan korban.

(Baca: Pemerintah Tidak Akan Buka Opsi Referendum Papua)

Pendataan nilai kerugian akan dikoordinasikan dengan pemerintah daerah (pemda). Kementerian Sosial juga memiliki balai yang akan menggandeng pemda untuk melakukan pendataan. Selain itu Direktur Perlindungan Sosial akan ke Papua pada Senin mendatang untuk mempermudah proses verifikasi data korban.

Kerusuhan terjadi di beberapa kota di Papua, imbas dari insiden ujaran rasisme oleh aparat TNI dan kepolisian kepada mahasiswa asal Papua di depan asrama mahasiswa Papua di Surabaya, Jawa Timur pada 16 Agustus 2019.

Akibatnya, pada 19 Agustus 2019 terjadi aksi pembakaran toko, mobil dan gedung DPRD di Fakfak, Sorong serta Manokwari oleh massa yang memprotes insiden penangkapan dan ucapan rasial kepada mahasiswa Papua di Surabaya, Jawa Timur.

Kerusuhan juga terjadi di Deiyai yang menyebabkan tiga orang meninggal dunia, yaitu dua orang sipil dan satu anggota TNI yaitu anggota Satuan Yonif Kaveleri/Serbu, Kodam II Sriwijaya Serda Ricson Edi Candra yang meninggal dunia dengan luka bagian kepala terkena senjata tajam sejenis parang dan luka panah pada bagian kepala.

(Baca: Demonstrasi Terus Berlanjut, Gedung Perkantoran di Jayapura Tutup)

Kementerian Komunikasi dan Informatika hingga kini masih memblokir layanan Data Telekomunikasi di Papua dan Papua Barat sejak 21 Agustus 2019. Alasan pemblokiran karena beredarnya hoaks.

Pelaksanan Tugas (plt) Kepala Biro Hubungan Masyarakat (Humas) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Ferdinandus Setu mengungkapkan, sejak 18 Agustus 2019 terdapat 300 ribu Uniform Resource Locator (URL) terpapar berita bohong atau hoaks terkait kerusuhan di Papua dan Papua Barat beberapa waktu lalu.

Ferdinandus mengatakan, 300 ribu url berisikan konten berita bohong itu diawali oleh oknum yang sengaja mempublikasikan berita bohong itu. Kemudian terakumulasi dengan buzzer yang terkoneksi satu sama lain untuk menyebarluaskan konten berita bohong.

"Buzzer sengaja mereetwet, membuat komentar dalam akun akun tersebut agar konten berita bohong itu dengan mudah tersebar luas ke publik sehingga menjadi viral di media sosial," kata Ferdinandus.

(Baca: Telkomsel: Layanan Telepon dan SMS di Papua Berangsur Pulih)