Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Priyo Budi Santoso mengakui untuk membuktikan kecurangan dalam Pilpres 2019 bukan pekerjaan mudah. Sebab, Priyo menilai kecurangan tersebut dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).
Selain itu, Priyo menyebut aturan terkait Pemilu di Indonesia bersifat sangat teknis. Karena itu, sulit untuk bisa mengungkapkannya secara jelas kepada publik. "Untuk membuka, membongkar sebuah fakta yang demikian kelam ini memang bukan pekerjaan yang mudah," kata Priyo dalam sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu (15/6).
Namun, Priyo menyebut pihaknya dapat merasakan kecurangan yang terjadi dalam Pilpres 2019. Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandiaga lantas berupaya mencari bukti kecurangan tersebut yang kemudian menjadi dalil gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK).
Beberapa kecurangan yang telah ditemukan tersebut, antara lain terkait dengan penyalahgunaan anggaran negara dan program kerja pemerintah untuk pemenangan pasangan calon petahana. Kemudian, penyalahgunaan serta ketidaknetralan aparat kepolisian dan intelijen selama Pilpres 2019. "Secara substantif bau ini kami rasakan dan tidak bisa tidak kami rasakan adanya kecurangan yang bersifat TSM," kata Priyo.
Karena itu, Prabowo-Sandiaga dalam petitum gugatannya meminta agar MK bisa mendiskualifikasi pasangan calon nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin. MK pun diminta menyatakan perolehan suara Prabowo-Subianto sebesar 68.650.239 atau 52%. Sementara pesaingnya, Joko Widodo-Ma'ruf hanya memperoleh suara sebesar 63.573.169 atau 48%.
Jika hal itu tidak bisa dilakukan, Priyo menyebut pihaknya meminta MK untuk bisa melakukan pemungutan suara ulang di seluruh Indonesia. "Manakala hakim berpadangan lain, kami memohon untuk dilakukan pemilihan suara ulang di beberapa tempat, di mayoritas provinsi," kata Priyo.
(Baca: BPN Prabowo-Sandiaga Bakal Hadirkan Saksi Menghebohkan saat Sidang MK)
Menanggapi hal tersebut, anggota Tim Kuasa Hukum Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Taufik Basari menilai pembuktian di MK tidak bisa didasarkan pada perasaan semata. Kubu Prabowo-Sandiaga, menurut dia, harus bisa membuktikan tuduhan tersebut lewat fakta-fakta yang jelas.
Adapun, Taufik mempertanyakan bukti-bukti yang dilampirkan dalam dokumen gugatan Prabowo-Sandiaga. Sebab, kata Taufik, bukti yang dibawa kebanyakan merupakan tautan berita dari media massa tanpa adanya bukti lanjutan.
Bukti-bukti tersebut pun dianggap tidak relevan dengan dalil yang disampaikan. "Banyak hal yang menurut kami mengada-ada. Jadi keinginannya hanya untuk membangun narasi, satu peristiwa ke peristiwa lain, disambungkan, dibuat dengan sistem cocoklogi," kata Taufik.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengaku kesulitan menghubungkan narasi argumentasi dengan petitum yang disampaikan Prabowo-Sandiaga dalam gugatannya. Terutama terkait dengan permintaan agar MK memutuskan perolehan suara Prabowo-Sandiaga sebesar 52% dan Jokowi-Ma'ruf sebesar 48%.
Sebab, Titi menilai narasi dalam gugatan Prabowo-Sandiaga tidak relevan dengan petitum tersebut. Selain itu, Titi menilai narasi itu belum menjelaskan secara detil alasan MK harus mengabulkan petitum tersebut. "Kalau kami baca kok kesimpulannya kayak melompat, terlalu jauh," kata Titi.
(Baca: Meski Diprotes, Hakim MK Akomodir Revisi Permohonan Kubu Prabowo)