Cacar Monyet Sampai Singapura, Kemenkes Jaga Tanjung Pinang dan Batam

Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Menteri Kesehatan Nila Djuwita Faried Anfasa Moeloek dalam acara Musrenbangnas 2019 di hotel Shangri - La, Jakarta Pusat (9/5).
14/5/2019, 18.18 WIB

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melakukan deteksi dini (screening) di Tanjung Pinang dan Batam, guna mengantisipasi penyebaran penyakit cacar monyet atau monkeypox ke Indonesia. Ini merupakan langkah antisipasi setelah penemuan penyakit ini di Singapura.  

Monkeypox adalah penyakit yang disebabkan oleh penularan virus dari hewan ke manusia (zoonosis). Penyakit ini pertama kali didentifikasi menjangkit manusia pada 1970 di Republik Demokratik Kongo. Sejak itu, sebagian besar kasus telah dilaporkan di daerah pedesaan atau hutan hujan di Afrika.

Menteri Kesehatan Nila Moeloek menjelaskan, dari 10 penyakit infeksi, enam di antaranya merupakan penyakit yang berasal dari binatang. "Ya salah satunya cacar ini berasal dari monyet," ujarnya saat rapat dengan Komisi Kesehatan DPR, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (14/5).

(Baca: Mitra Kesulitan Likuiditas, BPJS Kesehatan Salurkan Rp 11 Triliun)

Deteksi virus cacar monyet pertama di luar Afrika terjadi di Amerika Serikat pada 2003. Adapun baru-baru ini, Pemerintah Singapura mengumumkan penemuan penyakit tersebut pada tubuh warga Nigeria yang datang ke Singapura pada 28 April 2019.

Seiring penemuan tersebut, Kemenkes berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan wilayah Tanjung Pinang dan Batam untuk men-screening pendatang yang berasal dari Singapura. Screening dilakukan dengan menggunakan alat thermal scanner dan pemeriksaan suhu tubuh.

Proses penyebaran virus penyebab penyakit cacar monyet

Penyebaran virus cacar monyet berawal dari kontak darah atau luka pada manusia dengan darah, cairan tubuh, lesi kulit atau mukosa pada hewan yang terinfeksi. Penularan antarmanusia disebut agak jarang terjadi. Adapun tingkat kematian akibat cacar monyet ini sebesar 10% dan mayoritas terjadi pada anak-anak.

Tak hanya dari monyet, cacar ini juga dapat ditularkan dari tupai dan tikus. Gejala cacar monyet mirip dengan penyakit kulit lainnya, yakni demam, nyeri kepala, pembengkakan kelenjar getah bening, dan lain-lain. Dilansir dari laman World Health Organization (WHO), gejala cacar monyet terdiri dari dua fase yaitu fase invasi atau pra-erupsi dan fase erupsi kulit.

Fase invasi terjadi selama lima hari. Gejalanya yaitu demam berkisar 38,5-40,5 derajat Celcius, yang disertai gejala lainnya seperti keringat dingin, menggigil, lemas, nyeri punggung, nyeri otot, sakit kepala, pembesaran kelenjar getah bening terutama pada bagian leher dan rahang.

(Baca: 20 Ribu Dokter dan 20 Juta Pasien 'Online' Terhubung Lewat Alodokter)

Kemudian, fase erupsi kulit terjadi pada satu sampai tiga hari setelah demam mulai berlangsung. Pada fase ini muncul ruam pada kulit, sehingga akan terlihat kemerahan dari bagian wajah hingga seluruh tubuh penderita. Ruam kulit perlahan-lahan akan berubah menjadi bintik berisi air seperti nanah. Jika sembuh, bintik tersebut akan berbekas seperti luka koreng. Cacar monyet membutuhkan waktu inkubasi dari 5-21 hari.

Vaksinasi guna mencegah cacar monyet belum ada di Indonesia. "Ini karna vaksinasi dibuat dari virus penyakit cacar monyet, namun di Indonesia belum ada yang terjangkut penyakit ini," kata Nila. Namun, vaksinasi cacar air disebut efektif menghindarkan tubuh dari cacar monyet sebesar 85%.

Kemenkes menghimbau masyarakat untuk mencegah penularan cacar monyet dengan rajin mencuci tangan. Pemakaian sarung tangan saat menangani hewan yang terinfeksi juga sangat diperlukan.