Tiga Tantangan Pengembangan Film Dokumenter di Indonesia

ANTARA FOTO/WAHYU PUTRO A
Pengunjung mengamati pameran sejarah perfilman nasional di Gedung Kemendikbud, Jakarta, Sabtu (30/3/2019). Kegiatan yang berisi tentang pameran sejarah perfilman, workshop perfilman, pemutaran film Indonesia, kelas inspirasi sinema tersebut digelar dalam rangka memperingati Hari Film Nasional.
Penulis: Michael Reily
16/4/2019, 17.34 WIB

Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) menyatakan ada tiga tantangan dalam pengembangan film dokumenter nasional. Ketiga hal adalah peningkatan kompetensi pembuat film, akses pembiayaan, serta fasilitas untuk mendapatkan tempat penayangan.

Wakil Kepala Bekraf Ricky Pesik menyatakan Indonesia harus memposisikan diri sebagai tempat perkembangan film dokumenter yang tepat. "Dokumenter adalah bagian penting dalam ekosistem perfilman, kami upayakan Docs By The Sea sebagai program yang tepat," kata Ricky di Jakarta, Selasa (16/4).

Dia menjelaskan Docs By The Sea yang berjalan sudah mulai sejak 2017 menjadi kesempatan film dokumenter Indonesia untuk unjuk gigi di kawasan internasional. Selama dua tahun, Docs By The Sea jadi forum untuk film dokumenter bertemu para pelaku industri internasional seperti platform penayangan dan investor.

Bekraf memilih melakukan perbaikan ekosistem film dokumenter dari para pembuat film terlebih dahulu. Alasannya, infrastruktur untuk industri film dokumenter belum berlangsung secara tepat. "Porsi industri yang peduli film dokumenter sangat kecil, tetapi potensi pembuat film sangat besar," ujarnya.

(Baca: Panen Penonton, Film Indonesia Hadapi Masalah Kekurangan Kru)

Menurut Ricky, pola stasiun televisi di luar negeri sudah lebih berkembang karena memiliki alokasi khusus untuk film dokumenter. Selain itu, pertumbuhan platform digital cukup agresif dan membutuhkan banyak konten yang bisa memenuhi permintaan global. Ini menjadi peluang film dokumenter bisa berkembang.

Oleh karena itu, Bekraf ingin supaya film dokumenter Indonesia bisa mencuri momentum dalam pasar internasional. Jika menunggu industri dalam negeri matang, film dokumenter Tanah Air pun akan kalah cepat bersaing dengan luar negeri.

Selain platform digital, film dokumenter sangat bergantung pada selera masyarakat dan pemegang dana yang memberikan modal. Indonesia juga memiliki nilai budaya dan sosial yang menarik minat pasar asing. "Kita juga tidak mungkin mengandalkan sumber pembiayaan lokal saja," kata Ricky lagi.

Docs By The Sea Buka Peluang Film Indonesia ke Pasar Global 

Mitra kerja Bekraf dalam program Docs By The Sea adalah In-Docs, salah satu lembaga nirlaba yang punya jaringan internasional luas untuk pemasaran serta pendanaan. Berdiri sejak 2002, In-Docs punya koneksi seperti Guardian, Tribeca, Al Jazeera, serta festival film dokumenter bergengsi.

Program Director In-Docs Amelia Hapsari mengatakan selama dua tahun Docs By The Sea telah membuka kesempatan untuk 18 film Indonesia ikut serta dalam festival, pendanaan, serta pitching forum international. Contohnya, Diary of Cattle karya David Darmadi dan Lidia Afrilita, serta The Flame garapan Arfan Sabran.

(Baca: Sinar Cerah Produk Industri Kreatif di Pasar Global)

Tak hanya film Indonesia Docs By The Sea juga mengakomodasi karya dokumenter dari negara-negara lain di Asia Tenggara. Amelia mengungkapkan alasannya supaya para pelaku industri film dokumenter nasional memiliki ketertarikan lebih tinggi di forum ini.

Docs By The Sea mengundang supaya pelaku industri datang ke Indonesia dan menegosiasikan film-film hasil kurasi In-Docs. "Kalau regional, respons mereka luar biasa. Jadi, kalau film negara tetangga maju, kita juga ikut berkembang," ujar Amelia.

Tahun ini Bekraf dan In-Docs menghadirkan Docs By The Sea lewat format yang berbeda, yaitu inkubasi untuk 24 proyek film dokumenter yang terpilih. Tujuannya, supaya persiapan pelaku film dalam negeri lebih kuat dan membuat industri internasional lebih penasaran.

Fokus dalam inkubasi yang bakal terjadi di Bali, 25 April sampai 2 Mei 2019 adalah peningkatan cerita, proses edit film, serta penambahan nilai kreatif. Tahun depan, Docs By The Sea pun bakal hadir dalam format awal untuk pemasaran, promosi, dan pendanaan.

Pembuat film Diary of Cattle, Lidia Afrilita, yang ikut program Docs By The Sea mengaku sangat tertolong dalam pemasaran. Film ini pun lolos ke festival Visions du Reel di Nyon, di Swiss, pada 11 April 2019 lalu.

Dia mengaku format awalnya hanya untuk konsumsi lokal, tetapi berubah ketika mendapatkan mentor dalam Docs By The Sea. "Kami banyak sekali mendapatkan pencerahan dari berbagai macam masterclass dari mentor kelas dunia," kata Lidia.