Kedatangan John Mayer tanggal 5 April dan Ed Sheeran pada 5 Mei 2019 menandakan Indonesia sudah menjadi titik kunjungan musisi atau grup musik internasional papan atas. Sejak awal tahun, nama-nama besar juga datang dari segala penjuru dunia, mulai dari Black Pink, Dua Lipa, Kodaline, Lany, dan Lauv.
Tingginya animo masyarakat terhadap konser tunggal juga tidak membuat format konser lain seperti festival musik - banyak artis dan banyak panggung - patah arang. Java Festival Production (JFP) pun sudah sukses menggelar Java Jazz 2019 dan Ismaya Live yang terkenal dengan dua festival andalan: Djakarta Warehouse Project dan We The Fest.
President Director Java Festival Production (JFP) Dewi Gontha menyatakan semakin baik kinerja promotor, semakin bagus juga iklim industri konser. "Media untuk musisi lokal berkembang semakin banyak, musisi asing juga bakal melihat Indonesia sebagai potensi pasar yang besar," kata Dewi di Jakarta, Rabu (27/3).
(Baca: Tiga Musisi Asing Konser Bulan Ini, Tiket Blackpink Termahal)
Tak mau kalah dari Ismaya Live sebagai kompetitor, JFP juga akan menggelar Hodgepodge Superfest 2019. Meski terbilang baru, Hodgepodge merupakan kombinasi dari festival yang jadi andalan JFP beberapa tahun lalu - Java Rockin' Land, Soulnation, dan Soundfest.
Dewi mengungkapkan, konser festival butuh persiapan yang matang, minimal enam bulan. Sehingga, JFP menggabungkan ketiga festival yang berberda jenis musik menjadi satu. Dia menyebutkan, tujuan penyatuan berbagai jenis musik dalam festival, supaya JFP memiliki posisi paling depan dalam gelaran musik multidimensi.
Apalagi, Ismaya Live masih fokus pada musik-musik yang berjenis disko elektronik (EDM). "Kami ingin memposisikan sebuah festival yang punya kombinasi artis internasional dan lokal dari berbagai jenis musik, sekarang sudah ada. Tetapi untuk skala festival besar seperti kami, belum tentu banyak," ujarnya.
Namun, penggabungan itu bukan karena faktor persiapan panitia yang memakan waktu, tetapi juga kendala pendanaan. Konser yang berjenis festival membutuhkan sponsor besar supaya promotor bisa mendatangkan banyak musisi atau grup musik, serta membuat produksi panggung - tata cahaya dan tata suara - yang bagus.
(Baca juga: Ini Lima Musisi Asing yang Konser di Indonesia Sepanjang 2018)
Menurut Dewi, pendanaan dari sponsor memungkinkan promotor untuk memperhatikan faktor-faktor penting dalam membuat konser yang baik. Beberapa faktor tersebut diantaranya kreativitas tinggi; produksi mewah; keamanan penonton, pekerja, dan artis; pemilihan harga musisi yang tampil; serta harga tiket yang terjangkau.
Dia menyebutkan, Java Jazz Festival harus mendatangkan sekitar 200 sampai 300 orang asing ke Indonesia, itu pun belum termasuk pembayaran para musisi asing untuk menampilkan pertunjukan. Namun, Java Jazz merupakan festival konser yang sudah cukup dewasa karena sudah berjalan sejak tahun 2005. Alhasil, portofolio yang baik memudahkan pencarian sponsor.
Permasalahan muncul ketika promotor ingin menggelar konser festival yang baru. "Tantangan utama festival baru masih dalam pendanaan, apalagi tendensi masyarakat Indonesia membeli tiket dekat dengan waktu konser. Padahal uang yang masuk ke promotor bisa digunakan untuk uang muka artis dan produksi," ujar Dewi.
Dalam kasus Hodgepodge Superfest 2018, gelaran pertama tahun lalu, kebanyakan pemilihan musisi independen membuat acara itu tidak terlalu menarik minat masyarakat. Padahal, JFP mendatangkan The Libertines - grup musik asal Inggris - yang eksis sejak tahun 2000. Selain itu ada All Time Low, grup musik yang punya basis penggemar anak muda.
(Baca: Hodgepodge Superfest Kembali Digelar, Harga Tiket Rp 400 Ribu)
Meski mengaku tak terlalu laku, Dewi menyebutkan jumlah penonton yang masuk dan keluar mencapai 15 ribu orang saat dua hari pagelaran Hodgepodge Festival 2018 yang menyediakan empat panggung. Jumlah itu tak terlalu jauh dari Java Jazz Festival 2005. Episode pertama festival jazz terbesar Indonesia ini mencatatkan sirkulasi orang sebanyak 25 ribu kepala dengan jumlah panggung 11 unit.
Dia pun menegaskan, Java Jazz Festival baru memiliki pertumbuhan penonton yang konsisten selama tiga tahun terakhir. "Hodgepodge Superfest itu baru, kami harus bisa bangun pasar baru, sehingga kami lebih serius menggodok gelaran lebih cepat dan persiapan yang pasti lebih matang," kata Dewi. Tahun ini, JFP mendatangkan Prophets of The Rage dan Snow Patrol sebagai jagoan Hodgepodge Superfest 2019.
Selain pendanaan serta faktor pembuatan konser yang baik, dia mengungkapkan masyarakat yang memiliki minat untuk nonton konser masih terpusat di Jakarta dan Jawa Barat, dekat dengan lokasi konser. Oleh karena itu, tahun ini, JFP dan Supermusic melakukan promosi Hodgepodge Superfest ke 25 kota besar di seluruh Indonesia. Pemasaran itu jauh lebih banyak daripada promosi tahun lalu yang hanya 10 kota di Pulau Jawa serta persiapan hanya dua bulan.
Catatan JFP, jumlah pendatang konser festival yang digelar porsi pembeli tiket dari Jakarta dan Jawa Barat masih mencapai 65 persen, sisanya berasal dari dua provinsi lain serta mancanegara. Dia pun menargetkan kontribusi penonton dari daerah lain dan turis asing bisa mencapai 50 persen setelah promosi besar-besaran di seluruh Indonesia.
Dewi menyatakan, jumlah promotor harus berkembang menjadi lebih banyak yang memiliki kualitas tinggi. Namun, para promotor harus membagi porsi jenis musik yang disuguhkan konser dengan tepat supaya terjadi fokus pembuatan konser musik yang kompetensinya bagus.
"Tujuan akhirnya adalah, masyarakat internasional melihat Indonesia sebagai negara pembuat konser dengan standar benar, sehingga masyarakat tidak harus pergi ke luar negeri untuk menonton musisi favoritnya," ujarnya.