Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menjawab kritik Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tentang sistem pendidikan yang belum memadai. Padahal, alokasi anggarannya mencapai Rp 492,55 triliun atau 20% dari Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN).
Muhadjir menjelaskan meski anggaran pendidikan besar, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan hanya mendapat jatah 7,3% dari dana tersebut. "Kami tidak bisa berbuat banyak dengan anggaran segitu," katanya kepada Katadata.co.id, Rabu (13/3).
Mayoritas anggaran, yaitu 63%, tersalurkan ke daerah. Sisanya, didistribusikan ke kementerian dan lembaga yang melaksanakan fungsi pendidikan. Ada dua kementerian yang mendapat porsi terbesar, masing-masing 10%, yaitu Kementerian Agama dan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.
Karena itu, ia menilai permasalahan utama sistem pendidikan adalah distribusi dan alokasi anggarannya. Ia berharap proporsi anggaran bisa terpusat agar sistem pendidikan lebih tepat guna.
(Baca: Sri Mulyani Kecewa dengan Sistem Pendidikan padahal Anggarannya Besar)
Namun, kepastian pemanfaatan anggaran bukanlah wewenangnya, melainkan Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri. "Memang menunya dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, tetapi jumlah anggaran pasti betul digunakan sesuai dengan petunjuk tidak berada pada kami," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai sistem pendidikan di Indonesia masih belum memadai. "Sistem edukasi yang dianggarkan 20% dari APBN masih belum memadai. Kami kecewa karena beberapa lulusan bahkan tidak sampai ke tingkat yang kami harapkan," kata dia pada Selasa lalu.
Sri Mulyani mengakui Indonesia masih relatif baru dalam menangani masalah ketertinggalan, pengurangan keluarga miskin, dan menyejahterakan penduduk terluar.
(Baca: Platform Digital Ikigai Bantu Pilih Universitas Sesuai Karakter Siswa)
Berdasarkan skor Penilaian Siswa Internasional (PISA), Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara Asean lainnya dalam 10 tahun terakhir. PISA merupakan skor untuk menilai kualitas siswa berdasarkan ilmu pengetahuan, membaca, dan matematika. "Jadi ada anggarannya, tapi masih ada masalah penggunaannya secara efektif," ujarnya.
Oleh karena itu, ia menilai permasalahan yang perlu diatasi adalah merancang pembangunan manusia dengan cara yang lebih kuat, inklusif dan berkelanjutan. Selain itu, setiap rupiah yang dikeluarkan dari APBN untuk pembangunan manusia perlu diarahkan pada kualitas yang nyata.