Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (PVMBG ESDM) hingga kini belum bisa memastikan penyebab tsunami di Selat Sunda. Ini karena investigasi belum bisa dilakukan.
Investigasi itu masih terkendala aktivitas Gunung Anak Krakatau. Sampai sekarang, gunung tersebut masih erupsi. Erupsi tersebut menghalangi satelit untuk mengidentifikasi sumber tsunami.
Kendala lainnya adalah kondisi lapangan yang memungkinkan adanya bebatuan dari gas, ataupun retakan pada tanah yang membahayakan keselamatan. Selain itu, membutuhkan biaya dan waktu yang lama.
Teknologi yang dimiliki pun terbatas. "Peristiwa longsoran masih menyisakan misteri. Kami kesulitan melakukan interpretasi karena gunung masih meletus," kata Kepala Divisi Prakiraan Bahaya Gunung Api Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Badan Geologi Mamay Sumaryadi, di Jakarta, Senin (21/1).
Meski begitu, Kepala Subbidang Mitigasi Gunung Api Wilayah Barat Hendra Gunawan menyatakan tetap melakukan mitigasi agar korban jiwa akibat aktivitas Gunung Anak Krakatau diminimalkan. "Kalau hanya dilapisan itu mudah, tapi kalau sudah masuk kedalam lapisan itu sulit. Makanya yang penting pencegahan," kata dia.
Untuk memperkuat pemantauan, Badan Geologi menyatakan ada beberapa alat yang akan dipasangkan di area gunung, diantaranya sistem radio, yang bisa menginformasikan pemantauan melalui jaringan radio. Lalu, ada telemetri, yang membuat aktivitas gunung api bisa diinformasikan melalui pesan singkat. Pemasangan alat itu pun memiliki kendala yakni perlu tersedia jaringan internet terlebih dulu.
(Baca: Tsunami Selat Sunda, Sebagian Besar Layanan Seluler Berfungsi Normal)
Namun, Hendra menyatakan untuk melakukan pemasangan alat tersebut juga harus menunggu kondisi Gunung Anak Krakatau stabil. Karena, status pada gunung tersebut masih siaga atau level III, dan masyarakat tidak diperbolehkan melakukan aktivitas pada radius 5 kilo meter.