Penjelasan BPJS Soal Kebijakan Urun Biaya Medis dan Naik Kelas Rawat

ANTARA FOTO/Irsan Mulyadi
Penulis: Michael Reily
18/1/2019, 15.43 WIB

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan akan urun biaya dengan peserta untuk tindakan medis tertentu. Penerapan skema ini khusus untuk tindakan yang berpotensi disalahgunakan.

Deputi Direksi Bidang Pelayanan Kesehatan Rujukan BPJS Kesehatan Budi Mohamad Arief menjelaskan, skema urun biaya dibebankan kepada masyarakat senilai Rp 10.000 per kunjungan rawat jalan di rumah sakit tipe C, D, serta klinik utama. Nominal sebesar Rp 20.000 untuk rumah sakit tipe A dan B.

Ketentuan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 51/2018 tentang Pengenaan Urun Biaya dan Selisih Biaya dalam Program Jaminan Kesehatan. Penetapan urun biaya tertinggi Rp 350.000 untuk paling banyak 20 kali kunjungan dalam tiga bulan.

"Urun biaya dikenakan kepada peserta yang mendapatkan pelayanan tertentu yang tergolong bisa terjadi penyalahgunaan oleh peserta dikarenakan selera maupun perilaku peserta," kata Budi dalam konferensi pers, di Jakarta, Jumat (18/1).

(Baca juga: Dana Tambahan untuk BPJS Kesehatan Sudah Cair Rp 3 Triliun

Namun, BPJS Kesehatan belum merinci pelayanan tindakan medis apa saja yang akan dikenakan urun biaya tersebut. Perincian terkait pertolongan medis ini akan ditetapkan menteri kesehatan berdasarkan rekomendasi BPJS Kesehatan, Ikatan Dokter Indonesia, Persatuan Rumah Sakit Indonesia (Persi), dan pihak terkait lain.

Mereka akan mengkaji, melakukan uji publik, dan membuat rekomendasi terkait penyakit serta jenis perawatan medis yang rentan disalahgunakan. "Saat ini tim belum dibentuk, tetapi penugasannya paling lama tiga minggu, jadi bulan depan mungkin sudah ada hasilnya," ujar Budi.

Skema urun juga mencakup ketentuan 10 persen dari biaya pelayanan setiap rawat inap. Biaya maksimal untuk jenis perawatan ini hanya mencapai Rp 30 juta. Khusus rawat inap di atas kelas satu maka dikenakan pembayaran sebesar 10 persen

Budi hanya mengutarakan bahwa yang berpotensi disalahgunakan adalah tindakan tanpa ada indikasi medis. Daftar pertolongan medis semacam ini ditetapkan pada Februari 2019. Sekarang sedang tahap sosialisasi.

Sependapat, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi menilai keputusan tersebut dapat mencegah kecurangan oleh beberapa oknum. "Urun biaya ini merupakan faktor efisiensi supaya tidak terjadi fraud, baik oleh oknum dokter, rumah sakit, atau pasien," ujarnya.

YLKI mencontohkan penyalahgunaan layanan BPJS Kesehatan ialah tindakan operasi caesar yang tidak sesuai indikasi medis. Kasus lain ialah operasi caesar berdasarkan permintaan pasien supaya melahirkan pada tanggal tertentu.

Tulus berpendapat, urun biaya bisa meningkatkan efisiensi pertolongan medis kepada masyarakat. Skema ini juga diharapkan mencegah defisit keuangan BPJS Kesehatan. "Tapi pemerintah harus memperjelas aturan terutama tentang penyakit dan jenis perawatan. Jangan sampai citra BPJS semakin buruk di mata masyarakat," katanya.

(Baca juga: Pemerintah Suntik Lagi BPJS Rp 5,6 Triliun, Total Tahun Ini Rp 10,5 T

Namun, Budi menolak jika urun biaya dinilai semata upaya mengurangi defisit. "Secara teori ada pengaruhnya, tapi tidak besar. Ini bukan upaya untuk menurunkan defisit. Tujuannya, supaya peserta tidak melakukan pelayanan yang tidak perlu," ucapnya.

Kelas Rawat

Selain itu, Budi juga menjelaskan soal permintaan naik kelas rawat inap bagi peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Perubahan ini cuma bisa menjangkau satu tingkat di atas kelas kepesertaan BPJS Kesehatan sebelumnya.

Contohnya, dahulu peserta kelas tiga yang membayar iuran bulanan bisa menaikkan kelas rawat inap menjadi kelas satu bahkan VIP pada saat diopname. Perihal semacam ini sekarang tak bisa lagi. 

Permenkes 51/2018 menetapkan bahwa peserta hanya bisa naik satu tingkat selama rawat inap. "Ketentuan yang lalu orang bisa naik dua tingkat atau lebih. Sekarang tidak bisa dari kelas tiga ke VIP," kata Budi.

(Baca juga: BPJS Kesehatan Luruskan Alasan Setop Kerja Sama dengan Rumah Sakit)

Biaya yang harus ditanggung secara mandiri oleh peserta ketika naik kelas rawat inap, berdasarkan kepada selisih tarif paket INA CBG's. Ini adala paket pelayanan atas indikasi penyakit dari kelas awal terhadap kelas di atasnya.

Fasilitas kesehatan harus memberi informasi kepada peserta dan keluarganya terkait biaya pelayanan ditanggung BPJS Kesehatan dan berapa selisih yang harus dibayar mandiri. Peserta jaminan kesehatan harus menyetujuinya.

Sementara itu, peserta BPJS Kesehatan juga bisa meningkatkan kelas rawat jalan menjadi kelas eksekutif. Syaratnya, peserta membayar biaya paket pelayanan rawat jalan eksekutif paling banyak Rp 400.000 untuk setiap episode rawat jalan.