YLKI: Lemahnya Pengendalian Cukai Rokok Bisa Tingkatkan Penyakit

Donang Wahyu|KATADATA
Rokok
Penulis: Michael Reily
Editor: Ekarina
11/1/2019, 17.39 WIB

Selain itu, kenaikan persentase penyakit tidak menular, menurut dia bisa berakibat pada buruknya kinerja Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Tahun lalu, BPJS Kesehatan mengalami defisit mencapai Rp 16,5 triliun.

YLKI juga menilai Kementerian Kesehatan kurang memberikan pengaruh yang besar terhadap kebijakan pemerintah dari aspek kesehatan. Peningkatan prevalensi penyakit tidak menular menjadi tersebut menjadi acuan kegagalan kampanye hidup sehat pemerintah.

Analis Kebijakan Publik Azas Tigor Nainggolan mengungkapkan, studi Forum Warga Kota Jakarta (Fakta), perokok terbanyak berasal keluarga miskin yang mencapai 70%. Rokok pun sudah menjadi prioritas belanja kedua setelah beras.

"Semakin tinggi pendidikan orang, semakin sadar mereka bahwa merokok itu berbahaya," kata Tigor.

(Baca: Pemerintah Kantongi Rp 30 Miliar dari Cukai Rokok Elektrik)

November 2018 lalu, Presiden Joko Widodo memutuskan untuk tidak menaikkan tarif cukai tembakau pada tahun ini. Hal ini disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati usai rapat dengan Presiden.

Tidak ada penjelasan penjelasan spesifik atas ditahannya tarif cukai. Namun, Sri menjelaskan bahwa hal tersebut berdasar evaluasi dan masukan dari rapat. "Kami putuskan tidak ada perubahan tingkat cukai," katanya di Istana Bogor.

Selain itu, pemerintah juga akan menunda penggabungan kelompok cukai. Intinya, dia menjelaskan bahwa struktur cukai hasil tembakau 2019  tetap akan mengikuti ketentuan di 2018 secara keseluruhan. "Baik harga jual, eceran, maupun pengelompokkannya," ujarnya.

Halaman:
Reporter: Michael Reily