Konsumsi Lokal Belum Dominan, Petani Minta Perbanyak Kedai Kopi

Junaidi Hanafiah/Anadolu Agency
Perkebunan Kopi Gayo menghadapi masalah produktivitas lahan, yakni hanya menghasilkan sekitar 750 kilogram kopi per hektar. Jauh di bawah perkebunan kopi di Amerika Tengah dan Vietnam yang sudah mencapai 1 ton.
Penulis: Dini Hariyanti
3/1/2019, 19.00 WIB

Kekhawatiran bahwa produksi hulu tak bisa memenuhi kenaikan permintaan kopi oleh konsumen lokal ditampik petani. Alasannya, sejak kedai kopi marak khususnya tiga tahun terakhir belum mendongkrak konsumsi domestik secara signifikan.

Pendiri Koperasi Klasik Beans Eko Purnomowidi menjelaskan, sebelum 2016 rerata permintaan kopi dari pasar lokal 4 juta karung goni per tahun (berbobot 60 kg per karung). Seiring bisnis hilir berupa coffee shop menjamur kuantitas ini naik menjadi 4,6 juta goni pada 2017. 

"Produksi di hulu capai 11 juta goni per tahun. Sejumlah rerata 4 juta di antaranya diserap lokal, selebihnya ekspor. Saat bisnis kreatif kopi naik, jumlah ini hanya geser jadi 4,6 juta goni dan kuantitas untuk ekspor turun," katanya kepada Katadata.co.id, Kamis (3/1).

(Baca juga: Konsumsi Domestik Rendah, Bisnis Kedai Kopi Terus Prospektif)

Menurut Eko, pelaku usaha hulu alias petani sudah malang melintang melakoni perkopian sejak lama. Oleh karena itu, apabila pemerintah hendak mengoptimalkan nilai tambah komoditas ini sebaiknya menggenjot pertumbuhan bisnis lini hilir.

Bentuk dorongan pemerintah terutama soal penguatan modal bagi pebisnis roastery dan kedai kopi. Pengusaha coffee shop terbilang sukar mengakses pendanaan dari lembaga jasa keuangan, mereka lebih mengandalkan investor malaikat dan kocek pribadi.

"Bantulah yang di hilir agar kami tidak bingung saat panen raya mau jual ke siapa di dalam negeri. Hilirnya itu harus diperbesar seperti kedai kopi dan sangrai. Kalau petani sudah sejak lama ada," ucapnya. (Baca juga: Investasi Mesin dan Margin Jadi Tantangan Warkop Garap Jasa Sangrai)

Mewakili pelaku hulu perkopian, Eko meyakini konsumsi domestik terus naik. Pada periode bonus demografi mulai 2030 diperkirakan penduduk bertambah 63 juta jiwa. Asumsikan per individu mengonsumsi 1 kg per tahun maka dalam setahun permintaan bertambah 63 juta kg.

"Ke depan, kopi lokal (lebih tenar), penikmat kopi dari negara lain bisa datang ke kita (Indonesia) cuma untuk mencicip kopi nusantara. Kita akan ke titik ini asalkan politik stabil," tuturnya. Konsumen kopi terbesar di dunia kini salah satunya Amerika Serikat.

Sementara itu, Wakil Ketua Asosiasi Kopi Spesial Indonesia Daroe Handojo mengatakan, potensi lonjakan permintaan kopi di dalam negeri tetap perlu diantisipasi. "Yang bahaya itu semakin banyak penikmatnya tetapi produksi kurang," tuturnya.

Oleh karena itu, perlu langkah prevensi misalnya mendorong setiap wilayah penghasil kopi memiliki pemrosesan terpadu yang kapasitasnya lebih besar dibandingkan dengan infrastruktur milik individu. Usai petani memanen lalu memasukan kopinya ke fasilitas ini.

Semakin banyak jumlah biji kopi yang diolah dalam sekali proses membuat biaya lebih efisien. "Pemrosesan terpadu ini serius sekali dijalankan seperti di Aceh, Jawa Barat, Bengkulu, dan Jambi," ucap Daroe. (Baca juga: Upnormal dan Lima Merek Kopi Spesial Ekspansi ke Luar Negeri