Radius Bahaya Krakatau di Luar Permukiman, BNPB Peringatkan Wisatawan
Awan panas itulah yang mengakibatkan adanya hujan abu vulkanik tipis jatuh di Kota Cilegon dan sebagian Serang. “Ini tidak berbahaya. Abu vulkanik justru menyuburkan tanah. Masyarakat agar mengantisipasi menggunakan masker dan kacamata saat beraktivitas di luar saat hujan abu,” kata Sutopo.
Sementara, Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) merekomendasikan, masyarakat agar tidak melakukan aktivitas pada radius 500 meter hingga 1 kilometer dari pantai untuk mengantisipasi adanya tsunami susulan. “Tsunami bisa terjadi akibat longsor bawah laut, sebagai dampak erupsi Gunung Anak Krakatau,” kata Sutopo.
Selain itu, masyarakat juga diimbau tetap tenang dan meningkatkan kewaspadaannya. “Gunakan selalu informasi dari PVMBG untuk peringatan dini gunung api dan BMKG terkait peringatan dini tsunami selaku institusi yang resmi. Jangan percaya dari informasi yang menyesatkan yang sumbernya tidak dapat dipertanggungjawabkan,” ujarnya.
(Baca juga: Setelah Tsunami Selat Sunda, BMKG Minta Masyarakat Jauhi Pantai)
Sebelumnya, berdasarkan data PVMBG, Gunung Anak Krakatau aktif kembali dan memasuki fase erupsi mulai Juli 2018. Erupsi selanjutnya berupa letusan-letusan strombolian yaitu letusan yang disertai lontaran lava pijar dan aliran lava pijar yang dominan mengarah ke tenggara.
Pada 22/12/2018 terjadi erupsi namun tercatat skala kecil, jika dibandingkan dengan erupsi periode September-Oktober 2018. Hasil analisis citra satelit diketahui lereng barat-barat daya longsor (flank collapse) dan longsoran masuk ke laut. Inilah yang diduga memicu terjadinya tsunami Selat Sunda yang menimbulkan ratusan korban jiwa di Provinsi Banten dan Lampung.