Erupsi Gunung Anak Krakatau Hambat Pengecekan Melalui Udara

ANTARA FOTO/Bisnis Indonesia/Nurul Hidayat
Foto udara letusan gunung Anak Krakatau di Selat Sunda, Minggu (23/12). Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyampaikan telah terjadi erupsi Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda pada Sabtu, 22 Desember 2018 pukul 17.22 WIB dengan tinggi kolom abu teramati sekitar 1.500 meter di atas puncak (sekitar 1.838 meter di atas permukaan laut).
Penulis: Hari Widowati
26/12/2018, 07.04 WIB

Badan Meteorologi, Geofisika, dan Klimatologi (BMKG) menyatakan erupsi Gunung Anak Krakatau membahayakan penerbangan sehingga menyulitkan pengecekan langsung yang dilakukan BMKG melalui udara. Untuk sementara waktu, pemantauan kondisi Gunung Anak Krakatau dilakukan melalui satelit.

"Sampai dua kali ini, kami sudah hampir sampai. Awannya tebal dan hari pertama kaca pesawat sudah kena partikel-partikel abu sehingga kami bersama TNI menyatakan hal ini dapat membahayakan mesin pesawat, harus segera kembali," ujar Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, dalam konferensi pers di kantornya, Selasa (25/12) malam.

BMKG dan TNI sebelumnya berusaha mengecek langsung kondisi tebing kawah Gunung Anak Krakatau. Namun, abu dan material vulkanik yang dikeluarkan oleh erupsi gunung tersebut menyebabkan pesawat sulit mendekat.

BMKG tetap memantau kondisi Gunung Anak Krakatau melalui satelit Himawari, termasuk sebaran abunya yang dipengaruhi oleh arah angin. Pada Rabu (26/12), kondisi cuaca di sekitar Gunung Anak Krakatau berpotensi hujan sedang hingga lebat pada pagi hingga sore hari.

"Pada malam hingga dini hari umumnya berawan dan hujan ringan. Arah angin dari barat daya-barat, namun kecepatan angin permukaan relatif menurun dibanding hari sebelumnya dengan kecepatan maksimum dapat mencapai 20 sampai 25 km per jam," ujar Dwikorita.

(Baca: Tinjau Korban Tsunami Anyer, Jokowi Minta BMKG Beli Alat Deteksi Dini)

Aplikasi Pemantau

BMKG juga mengembangkan aplikasi sistem pemantauan yang memfokuskan pada aktivitas kegempaan vulkanik Gunung Anak Krakatau agar dapat memberikan peringatan yang lebih cepat. Sistem tersebut hanya dikembangkan khusus untuk memantau aktivitas Gunung Anak Krakatau yang sewaktu-waktu dapat memicu terjadinya longsor dan tsunami. BMKG pun meminta masyarakat untuk terus memonitor perkembangan informasi terkait aktivitas Gunung Anak Krakatau tersebut.

"Jadi, informasi akan terus kami update, mohon tetap diikuti dimonitor melalui situs, media sosial ataupun aplikasi mobile info BMKG serta aplikasi mobile magma Indonesia dari Badan Geologi karena aplikasi magma Indonesia ini akan memberikan peringatan dini tentang level aktivitas Gunung Anak Krakatau," katanya. Sumber-sumber informasi yang akurat tersebut diharapkan dapat mencegah masyarakat terpancing oleh isu-isu yang menyesatkan.

Sebelumnya, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat hingga Selasa (25/12) pukul 13.00 WIB, korban jiwa akibat tsunami di Selat Sunda mencapai 492 orang. Hingga hari ketiga pascatsunami Selat Sunda, sebanyak 1.485 orang luka-luka, 154 hilang, dan 16.082 orang mengungsi akibat tsunami pada Sabtu (22/12) malam tersebut. Tsunami tersebut berdampak pada lima kabupaten yaitu Pandeglang dan Serang di Provinsi Banten, serta Kabupaten Lampung Selatan, Pesawaran dan Tanggamus di Provinsi Lampung.

(Baca: Fokus Pencarian Korban, BNPB: 429 Meninggal Akibat Tsunami Selat Sunda)

Reporter: Antara