Ombudsman Temukan Maladministrasi Penyidikan Kasus Novel Baswedan

ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko
Anggota Pusat Kajian Antikorupsi (PUKAT) Universitas Gadjah Mada bersama beberapa LSM di Yogyakarta membentangkan poster kecaman terhadap insiden penyiraman air keras ke wajah penyidik KPK Novel Baswedan, Selasa (11/4).
Penulis: Dimas Jarot Bayu
6/12/2018, 16.54 WIB

Ombudsman RI menemukan maladministrasi proses penyidikan polisi dalam kasus tindak pidana penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan. Ombudsman meminta polisi melakukan tindakan korektif atas temuan-temuan tersebut.

"Terkait dengan berbagai kegiatan penyidikan yang telah dilakukan, kami melihat ada maladministrasi minor," kata Komisioner Ombudsman Adrianus Meliala di kantornya, Jakarta, Kamis (6/12).

Ada empat maladministrasi yang ditemukan Ombudsman dalam penyidikan tersebut. Temuan pertama terdapat pada aspek penundaan berlarut penanganan perkara. Menurutnya, penugasan penyidikan yang dilakukan polisi tidak memiliki jangka waktu.

Hal tersebut terlihat dari surat perintah tugas yang dikeluarkan oleh Polsek Kelapa Gading, Polres Metro Jakarta Utara, maupun Ditreskrimum Polda Metro Jaya. Menurut Adrianus, kondisi itu tak sesuai dengan Pasal 6 Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan.

Polisi juga dinilai tak efektif dan efisien dalam menggunakan sumber daya manusia yang dimiliki. Dalam penyidikan terkait kasus Novel, polisi diketahui telah mengerahkan 172 personelnya. "Harusnya penyidikan berpatokan kepada rencana penyidikan yang matang, sehingga dapat efektif dalam menentukan jumlah personel," ujar Adrianus.

Aspek maladministrasi ketiga terkait pengabaian petunjuk yang bersumber dari Novel. Petunjuk tersebut selama ini disampaikan Novel di media massa. Salah satu rangkaian petunjuk itu adalah ketika ada percobaan penabrakan kepada Novel saat sedang mengendari motor menuju Kantor KPK, Jakarta di awal Ramadan 2016. Saat itu ada kendaraan dari arah belakang dengan kecepatan tinggi menendang motor Novel. Kejadian itu terjadi di Jalan Boulevard Kelapa Gading, Jakarta.

Pada tahun yang sama, Novel juga pernah ditabrak mobil Avanza dan Xenia sebanyak dua kali hingga terjatuh dari sepeda motornya. Rangkaian petunjuk lainnya ketika mantan Kapolda Metro Jaya Komjen (Pol) Iriawan berkunjung ke kediaman Novel pada 11 April 2017. "Pada kesempatan tersebut, Iriawan menyampaikan ada indikasi upaya percobaan penyerangan terhadap Novel Baswedan," kata Adrianus.

Aspek terakhir terkait dengan administrasi penyidikan. Adrianus menjelaskan, terdapat ketidakcermatan atasan penyidik dan penyidik mengenai laporan polisi yang menjadi dasar dalam pembuatan administrasi penyidikan lainnya.

Kemudian, terdapat surat panggilan yang tidak disertai dengan tanda tangan penerima. Hal tersebut tak sesuai dengan Pasal 27 ayat 4 Perkapolri Nomor 14 Tahun 2018 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana.

Masalah lainnya dalam aspek administrasi karena penyidik langsung mendatangi RS Mitra Keluarga Kelapa Gading untuk mengecek kebenaran laporan penyiraman air keras terhadap Novel. Langkah penyidik itu menunjukkan sikap lalai dan tidak tanggap.

Penyidik harusnya mendatangi tempat kejadian perkara (TKP). Kelalaian penyidik ini membuat TKP menjadi tidak steril dan rusak. "Harusnya TKP ditempatkan pada urutan pertama, tujuannya mencari keterangan, barang bukti, petunjuk," ujar Adrianus.

Lebih lanjut, masalah terjadi karena ada beberapa barang bukti dalam penyidikan dan penuntutan yang diambil alih oleh pihak lain tanpa dilengkapi surat izin ketua pengadilan negeri setempat. Hal tersebut tak sesuai dengan Pasal 38 ayat (1) dan (2) KUHAP.

Karenanya, Ombudsman memerintahkan polisi untuk melakukan tindakan korektif atas berbagai maladministrasi tersebut. Menurut Adrianus, perlu ada evaluasi dari polisi terhadap aspek administrasi.

(Baca: Novel Baswedan Kembali Bekerja, Desak Jokowi Ungkap Penyiram Air Keras)

Menata Ulang Penyidikan

Seluruh surat perintah tugas penyidikan perkara penyiraman air keras terhadap Novel harus direvisi dengan memuat soal 'lama waktu penugasan'. Polisi juga diminta melakukan gelar perkara pada tahap pertengahan penyidikan.

"Hal tersebut dibutuhkan guna mengevaluasi dan memecahkan masalah yang dihadapi dalam penyidikan, serta untuk menentukan rencana lebih lanjut dan mengembangkan rencana penyidikan dengan menghadirkan saksi korban," kata dia.

Polisi pun diminta melakukan perencanaan dan penataan ulang penyidikan dengan memperhatikan aspek penanganan perkara yang berkualitas. Pemilihan para personel yang ditugaskan harus mengacu pada keahlian serta profesionalitas.

Polisi pun diperintahkan untuk meminta ulang keterangan dari Novel. Selain itu, polisi juga harus meminta keterangan dari Iriawan. "Khususnya hal yang terkait dengan kejadian perkara yang menimpanya. Semoga beliau (Novel) saat ini bisa lebih kooperatif," katanya.

Ombudsman memberi waktu 30 hari bagi polisi untuk menerapkan tindakan korektif. Inspektur Pengawas Daerah Metro Jaya Kombes Pol Komarul Z mengaku akan memeriksa dulu temuan maladministrasi dari Ombudsman.

Komarul memastikan bahwa pihaknya serius memproses kasus Novel. "Kami memproses terus sampai kapanpun. Semua kasus akan kami selesaikan secara profesional, transparan, dan akuntabel," kata Komarul.

(Baca: Kasus Novel Belum Terungkap, Wakapolri Bela Penyidikan Anak Buah)