Pemerintah menginginkan digitalisasi teknologi dimanfaatkan untuk meningkatkan daya saing usaha kecil dan menengah, khususnya produk yang berbasis kearifan lokal. Bidang usaha yang dimaksud salah satunya adalah bisnis jamu tradisional.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartanto mengatakan, produsen jamu tradisional skala kecil dan menengah harus dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas pada era revolusi industri 4.0 ini. Tuntutan ini bertujuan agar daya saing mereka lebih baik.
"Salah satu andalan di era 4.0 adalah farmasi, kimia, dan biokimia. Bidang usaha ini termasuk klaster wellness yang juga meliputi produk herbal, jamu, dan komestik," ucapnya melalui siaran pers, Kamis (25/10).
(Baca juga: Harga Bahan Baku Naik, Ekspor Produk Farmasi Makin Tertekan)
Teknologi digital yang merebak di era revolusi industri 4.0 ini, imbuh Airlangga, dapat dimanfaatkan pelaku usaha untuk meningkatkan nilai tambah produk. Menurut menperin, meskipun yang dipasarkan adalah produk tradisional tetapi proses pembuatannya perlu dimodernisasi.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan, obat tradisional termasuk salah satu bidang usaha prioritas. Industri jamu kini berjumlah 1.247 yang terdiri dari 129 industri obat tradisional, selebihnya usaha menengah obat tradisional dan usaha kecil obat tradisional.
Penyerapan tenaga kerja di bidang usaha obat tradisional sekitar 15 juta orang. Lebih rinci, yakni tiga juta orang terserap di industri jamu yang berfungsi sebagai obat, sedangkan 12 juta lain masuk ke industri jamu yang berkembang ke arah makanan/minuman, dan beauty care.
"Obat tradisional dan herbal adalah salah satu yang diminati pasar Asean. Saya yakin 650 juta populasi di Asia Tenggara kalau traveling lebih dari 30 kilometer rerata pegal linu," kata Airlangga.
(Baca juga: 3 Obyek Wisata Andalan untuk Target 20 Juta Turis Tahun Depan)