Bisnis kuliner di Tanah Air merupakan kontributor terbesar Produk Domestik Bruto (PDB) ekonomi kreatif, yakni 40% atau sekitar Rp 400 triliun. Namun, Menteri Pariwisata Arief Yahya menilai kuliner nusantara belum cukup populer di luar negeri.
Salah satu penyebabnya, menurut dia, Indonesia belum memiliki satu jenis makanan yang paling identik di mata wisatawan mancanegara. Dia menyebutkan, Thailand dikenal dengan tom yam, Malaysia dengan nasi lemak, Jepang dengan sushi, dan Korea Selatan dengan kimchi. "Indonesia apa? Terlalu banyak, makanya memunculkan perdebatan panjang," kata dia di kantornya, Selasa (18/9).
(Baca juga: Kemenpar Gelar Festival Belanja dan Kuliner di 150 Mal)
Alhasil, Presiden Joko Widodo meminta ia bersama Kepala Staf Kepresidenan, Menteri Perdagangan, Menteri Luar Negeri, dan Badan Ekonomi Kreatif merumuskan jenis panganan yang bisa menjadi kuliner Nasional. Dari kajian itu, pemerintah memilih soto. "Pemilihan soto karena dianggap paling mewakili Indonesia," kata dia. Kendati begitu, Arief tetap mengembangkan empat makanan nasional, selain soto. Di antaranya rendang, sate, nasi goreng, dan gado-gado.
Penyebab kedua adalah, tidak adanya tujuan wisata kuliner yang spesifik bagi wisatawan mancanegara di Indonesia. Oleh karenanya, ia meminta Ketua Akademi Gastronomi Indonesia Vita Datau Messakh mengkaji wilayah yang potensial dijadikan sebagai tujuan wisata kuliner. Akhirnya terpilihlah Bali, Bandung, dan Yogyakarta.
Pengembangan Bali sebagai tujuan wisata kuliner ditarget selesai tahun ini. "Nantinya hasil dari Bali ini akan diterapkan di Bandung dan Yogyakarta," kata dia.
Terakhir, alasan kuliner Indonesia belum dikenal turis asing adalah karena kurangnya restoran khas Nusantara di luar negeri. Padahal, Tiongkok, Jepang, dan Thailand gencar membangun restoran di negara lain. Alhasil, makanan dari ketiga negara ini dikenal masyarakat dunia.